Kamis, 12 Agustus 2010

MENGGAPAI PERNIKAHAN BAROKAH *)

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah,
Berbicara tentang pernikahan banyak yang menyesal. Menyesal kalau tahu begini nikmat kenapa tidak dari dulu. Menyesal ternyata banyak deritanya. Menikah itu tidak mudah, yang mudah itu ijab kabulnya. Rukun nikah yang lima harus dihapal dan wajib lengkap kesemuanya. Begitu pula dengan syarat wajib nikah pada pria yang harus diperhatikan.

Bagaimana jika kita belum punya biaya? Harus diyakini bahwa tiap orang itu sudah ada rezekinya. Menikah itu menggabungkan dua rezeki, rezeki wanita dan laki-laki bertemu, masalahnya adalah apakah rezeki itu diambil dengan cara yang barokah atau tidak. Allah tidak menciptakan manusia dengan rasa lapar tanpa diberi makanan. Allah menghidupkan manusia untuk beribadah yang tentu saja memerlukan tenaga, mustahil Allah tidak memberi rezeki kepada kita.

Biaya pernikahan bukanlah perkara mahal, yang penting ada. Maka kalau sudah darurat bahkan mengutang untuk menikah diperbolehkan daripada mendekati zina. Kalau sudah menikah setelah ijab kabul, jangan jadi riya dengan mengadakan resepsi yang mewah. Hal ini tidak akan menjadi barokah.

Misalnya dalam mengundang, hanya menyertakan orang kaya saja, orang miskin tidak diundang. Bahkan Rasulullah melarang mengundang dengan membeda-bedakan status. Dalam mengadakan resepsi jangan sampai mengharapkan balasan income yang didapat.

Masalah mas kawin yang paling bagus adalah emas dan uang mahar yang paling bagus adalah uang. Berilah wanita sebanyak yang kita mampu, jangan hanya berkutat dengan seperangkat alat sholat saja. Rasulullah lebih mengutamakan emas dan uang dan inilah hak wanita. Awal nikah jangan membayangkan punya rumah yang bagus. Maka perkataan terbaik suami kepada istrinya adalah menasehati istri agar dekat dengan Allah. Jika istri dekat dengan Allah maka ia akan dijamin oleh Allah mudah-mudahan lewat kita.

Tiga rumus yang harus selalu diingat terdapat dalam surah Al-Asyr. Setiap bertambah hari, bertambah umur, kita itu merugi kecuali tiga golongan kelompok yang beruntung. Golongan pertama adalah orang yang selalu berpikir keras bagaimana supaya keyakinan dia kepada Allah meningkat. Sebab semua

kebahagiaan dan kemuliaan itu berbanding lurus dengan tingkat keyakinan kepada Allah. Tidak ada orang ikhlas kecuali yakin kepada Allah. Tidak ada sabar kecuali kenal kepada Allah. Tidak ada orng yang zuhud kepada dunia kecuali orang yang tahu kekayaan Allah. Tidak ada orang yang tawadhu kecuali orang yang tahu kehebatan Allah. Makin akrab dan kenal dengan Allah semua dipandang kecil. Setiap hari dalam hidup kita seharusnya dipikirkan bagaimana kita dekat dengan Allah.

Kalau Allah sudah mencintai mahluk segala urusan akan beres. Salah satu bukti seperseratus sifat pemurah Allah yang disebarkan kepada seluruh mahlukNya bisa dilihat sikap seorang ibu yang melahirkan seorang anak Kesakitan waktu melahirkan, hamil sembilan bulan tanpa mengeluh yang belum tentu anak tersebut akan membalas budinya. Tidak tidur ketika anaknya sakit, mengurus anak dari mulai TK sampai SMA. Memikirkan biaya kuliah. Mulai nikah dibiayai sampai punya anak bahkan juga diterima tinggal di rumah sang ibu. Tetapi kerelaannya masih saja terpancar. Itulah seperseratus sifat Allah.

Selalu komitmen mau kemana rumah tangga ini akan dibawa. Mungkin sang ayah atau ibu yang meninggal lebih dulu yang penting keluarga ini akan kumpul di surga. Apapun yang ada dirumah harus menjadi jalan mendekat kepada Allah. Beli barang apapun harus barang yang disukai Allah. Supaya rumah kita menjadi rumah yang disukai Allah. Boleh punya barang yang bagus tanpa diwarnai dengan takabur. Bukan perkara mahal atau murah, bagus atau tidak tetapi apakah bisa dipertanggungjawabkan disisi Allah atau tidak. Bahkan dalam mendengar lagu yang disukai Allah siapa tahu kita dipanggil Allah ketika mendengar lagu.

Rumah kita harus Allah oriented. Kaligrafi dengan tulisan Allah. Kita senang melihat rumah mewah dan islami. Jadikan semua harta jadi dakwah mulai mobil sampai rumah. Tiap punya uang beli buku, buat perpustakaan di rumah untuk tamu yang berkunjung membaca dan menambah ilmu. Jangan memberi
hadiah lebaran hanya makanan, coba memberi buku, kaset dan bacaan lain yang berguna. Jangan rewel memikirkan kebutuhan kita, itu semua tidak akan kemana-mana. Allah tahu kebutuhan kita daripada kita sendiri. Allah menciptakan usus dengan disain untuk lapar tidak mungkin tidak diberi makan. Allah menyuruh kita menutup aurat, tidak mungkin tidak diberi pakaian.
Apa yang kita pikirkan Allah sudah mengetahui apa yang kita pikirkan. Yang harus kita pikirkan adalah bagaimana dekat dengan Allah, selanjutnya Allah yang akan mengurusnya. Kita cenderung untuk memikirkan yang tidak disuruh oleh Allah bukan yang disuruhNya. Kalau hubungan kita dengan Allah bagus
semua akan beres. Barang siapa yang terus dekat dengan Allah, akan diberi jalan keluar setiap urusannya.

Dan dijamin dengan rezeki dari tempat yang tidak diduga-duga. Dan barang siapa hatinya yakin Allah yang punya segalanya, akan dicukupkan segala kebutuhannya. Jadi bukan dunia ini yang menjadi masalah tetapi hubungan kita dengan Allah-lah masalahnya. Golongan kedua adalah rumah tangga yang akan rugi adalah rumah tangga yang kurang amal. Jangan capai memikirkan apa yang kita inginkan, tapi pikirkan apa yang bisa kita lakukan. Pikiran kita harusnya hanya memikirkan dua hal yakni bagaimana hati ini bisa bersih, tulus, dan bening sehingga melakukan apapun ikhlas dan yang kedua teruslah tingkatkan kekuatan untuk terus berbuat. Pikiran itu bukan mengacu pada mencari uang tetapi bagaimana menyedekahkan uang tersebut, menolong, dan membahagiakan orang dengan senyum. Sehingga dimanapun kita berada bagai pancaran matahari yang menerangi yang gelap, menuai bibit, menyemarakkan suasana. Sesudah itu serahkan kepada Allah. Setiap kita memungut sampah demi Allah itu akan dibalas oleh Allah.

Rekan-rekan Sekalian, Mari kita ubah paradigmanya. Rumah tangga yang paling beruntung adalah rumah tangga yang paling banyak produktifitas kebaikannya. Uang yang paling barokah adalah uang yang paling tinggi produktifitasnya, bukan senang melihat uang kita tercatat di deposito atau tabungan. Uang sebaiknya ditaruh di BMT. Yang terjadi adalah multiefek bagi pihak lain, hal ini menjadikan uang kita barokah. Daripada uang kita disimpan di Bank kemudian Banknya bangkrut, disimpan di kolong kasur takut dirampok.

Kaya boleh asal produktif. Boleh mempunyai rumah banyak asal diniatkan agar barokah demi Allah itu akan beruntung. Beli tanah seluas-luasnya. Sebagian diwakafkan, kemudian dibangun masjid. Pahala akan mengalir untuk kita sampai Yaumil Hisab. Makanya terus cari uang bukan untuk memperkaya diri tapi mendistribusikan untuk ummat. Sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita kecuali bertambah. Jadi pikiran kita bukan akan mendapat apa kita? tapi akan berbuat apa kita?. Apakah hari ini saya sudah menolong orang, sudahkah senyum, berapa orang yang saya sapa, berapa orang yang saya bantu?
Makin banyak menuntut makin capai. Makin kuat kita menuntut kalau Allah tidak mengijinkan maka tidak akan terwujud. Kita minta dihormati, malah Allah akan memperlihatkan kekurangan kita. Kita malah akan dicaci, hasilnya sakit hati. Orang yang beruntung, setiap waktu pikirannya produktif mengenai kebaikan. Selagi hidup lakukanlah, sesudah mati kita tidak akan bisa. Kalau sudah berbuat nanti Allah yang akan memberi, itulah namanya rezeki. Orang yang beruntung adalah orang yang paling produktif kebaikannya. Yang ketiga rumah tangga atau manusia yang beruntung itu adalah pikirannya setiap hari memikirkan bagaimana ia bisa menjadi nasihat dalam kebenaran dan kesabaran dan ia pecinta nasihat dalam kebenaran dan kesabaran. Setiap hari carilah input nasihat kemana-mana.

Kata-kata yang paling bagus yang kita katakan adalah meminta saran dan nasihat. Ayah meminta nasihat kepada anak, niscaya tidak akan kehilangan wibawa. Begitu pula seorang atasan di kantor. Kita harus berusaha setiap hari mendapatkan informasi dan koreksi dari pihak luar, kita tidak akan bisa menjadi penasihat yang baik sebelum ia menjadi orang yang bisa dinasihati. Tidak akan bisa kita memberi nasihat jika kita tidak bisa menerima nasihat.

Jangan pernah membantah, makin sibuk membela diri makin jelas kelemahan kita. Alasan adalah kelemahan kita. Cara menjawab kritikan adalah evaluasi dan perbaikan diri. Mungkin membutuhkan waktu sebulan bahkan setahun. Nikmatilah nasihat sebagai rezeki dan bukti kesuksesan hidup. Sayang hidup
hanya sekali dan sebentar hanya untuk menipu diri. Merasa keren di dunia tetapi hina dihadapan Allah.

Merasa pinter padahal bodoh dalam pandangan Allah. Mudah-mudahan kita bisa menerapkan tiga hal diatas. Setiap waktu berlalu tambahlah ilmu agar iman
meningkat, setiap waktu isi dengan menambah amal. Alhamdulillah. (neng_arie)

*) KH. Abdullah Gymnastiar, Pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung

SEJARAH PERADABAN ISLAM


1.       Pendahuluan
Secara bahasa, kata “peradaban” berasal dari bahasa Arab al-hadlarah atau al-madaniyah, atau dalam bahasa Inggris civilization sering juga dipersamakan dengan al-tsaqofah, culture atau kebudayaan.
Budaya dapat diartikan sebagai sebuah kerangka pikir yang menjelaskan tentang keyakinan, perilaku, pengetahuan, nilai-nilai yang kesemuanya itu membentuk suatu pandangan hidup sekelompok orang. Sebagian ahli mengartikan kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Selanjutnya, studi mengenai budaya pada dasarnya adalah studi tentang manusia bukan dalam kedudukannya sebagai individu melainkan sebagai kelompok, artinya fenomena dalam studi budaya adalah fenomena kolektif bukan fenomena individual.
Menurut Mohamad Nurhakim (2004,4) peradaban adalah bentuk kebudayaan yang paling ideal dan puncak sehingga menunjukkan keadaban (madaniyah), kemajuan (taqaddun), dan kemakmuran (umran) suatu masyarakat. Jika kebudayaan bersifat konsep-konsep abstrak seperti sains murni, maka peradaban lebih dari itu sebagai hasil penerapannya seperti teknologi dan produk-produknya. Semenatara itu jika kebudayaan merupakan ekspresi-ekspresi subjektif dan partikular (individual) seperti kepercayaan, filsafat, seni, bahasa, adat dan agama, maka peradaban bersifat objektif dan universal, seperti ekonomi, persenjataan dan politik.
Membahas sejarah perkembangan peradaban  islam yang sangat panjang dan luas tidak akan terlepas dari pembahasan Muhammad sebagai sosok sentral peletak dasar-dasar peradaban Islam. Makalah ini akan membahas bagaimana Nabi Muhammad SAW membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, menjadi bangsa yang maju. 

2.       Pembahasan
Jazirah merupakan suatu kawasan strategis diantara dua benua, Asia dan Afrika. Sebagian besar dikelilingi oleh sungai-sungai dan lautan sehingga terlihat seperti jazirah (pulau). Faktanya, di sebelah barat daerah Arab dibatasi oleh Laut Merah, disebelah timur oleh Teluk Persia, sungai Tigris dan sungai Euphraat, sebelah selatan dibatasi oleh Lautan Hindia, dan sebelah utara oleh Sahara Tiih.
Kondisi sosial politik jazirah Arab sebelum Islam pada dasarnya terpecah-pecah, tidak mengenal kepemimpinan sentral. Kepemimpinan didasarkan pada suku-suku atau kabilah-kabilah guna mempertahankan diri dari serangan suku-suku lain. Ikatan-ikatan sosial dibuat berdasarkan hubungan darah dan kepentingan mempertahankan diri. Ikatan-ikatan seperti itu sering memunculkan fanatisme jahiliyah. Kondisi sosial dan moral masyarakat Arab Jahiliyah menempatkan perempuan pada posisi yang rendah. Perempuan identik dengan komoditas yang dapat diperdagangkan. Struktur masyarakat Arab juga mengikuti sistem perbudakan. Para budak dipekerjakan sekehendak majikan dan dapat diperjualbelikan. Perbedaan kasta bangsawan dan rakyat jelata sangat jelas, hubungan sosial ditentukan oleh ikatan darah dan emosi, bukan ikatan-ikatan kemanusiaan dan keagamaan.
Menurut Jaih Mubarok (2004,24) cirri-ciri utama tatanan Arab sebelu Islam adalah :
1.        Menganut faham kesukuan (qabilat)
2.        Memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas, faktor keturunan lebih penting daripada kemampuan
3.        Mengenal hierarki sosial yang kuat
4.        Kedudukan perempuan cenderung direndahkan
Mayoritas Bangsa Arab menyembah berhala, kecuali penganut agama Yahudi dan Nasrani. Selain itu mereka menyembah matahari, bintang, pohon-pohon, yang dianggap keramat. Demi kepentingan peribadatannya Bangsa Arab memiliki 360 berhala, yang terbesar disebut Hubal, dibawahnya Manat, Latta, dan kemudian Uzza.
Menurut K.H. Moenawir Chalil (2001,48), pemeliharaan Ka’bah pada masa pra Islam sebagai berikut : “……… pada masa pemerintahan Qushayyi telah dibangun enam majlis, pada jaman pemerintahan Abdul Manaf ditambah beberapa majlis lagi, kemudian ketika pemerintahan berada pada tangan Hasyim ditambah beberapa majlis lagi sehingga jumlahnya menjadi lima belas majlis yang masing-masing dipimpin oleh golongan ketua Quraisy. Adapun nama-nama majlis tersebut adalah sebagai berikut :
1.       As-Siqayah adalah majlis yang mengurus semua urusan air minum, terutama untuk jama’ah haji yang datang dari luar negeri.
2.       Ar-Rifadah adalah majlis yang mengurus semua urusan makanan, terutama jamuan untuk jama’ah haji yang datang dari luar negeri.
3.       Al-Imarah adalah majlis yang memelihara kehormatan Ka’bah di Masjidil Haram dan menjaga ketentramannya.
4.       As-Sidanah adalah majlis yang mengurus keamanan rumah suci Ka’bah dan yang memelihara (memegang) kuncinya.
5.       An-Nadwah adalah majlis yang mengurus urusan ketatanegaraan.
6.       Al-Musyawarah adalah majlis untuk berkumpulnya segenap ketua dan pemuka Quraisy.
7.       Al-Asynaq adalah majlis yang mengurus tanggungan jiwa dan tanggungan harta benda.
8.       Al-Qubbah adalah majlis yang mengurus genderang perang.
9.       Al-A’innah adalah majlis yang mengurus pasukan berkuda dan kendaraan untuk berperang.
10.    As-Sifarah adalah majlis yang mengurus perwakilan pemerintah untuk membuat perdamaian dengan bangsa lain.
11.    Al-Aisar adalah majlis yang mengurus urusan panah-panah suci yang digunakan untuk undian yang dilakukan di muka berhala.
12.    Al-Amwalul Muhajjah adalah majlis yang mengurus urusan harta yang dikumpulkan untuk kepentingan rumah suci dan berhala.
13.    Al-Iqabah adalah majlis yang mengurus bendera kaum quraisy yang akan dikeluarkan dan dikibarkan apabila mereka akan berperang.
14.    Al-Khizanah adalah majlis yang mengurus perbendaharaan negara.
15.    Al-Qiyadah adalah majlis yang mengurus urusan pimpinan perang atau urusan ketentaraan atau kepolisian………….”.
Nabi Muhammad dilahirkan pada 12 Rabi’ul Awwal  571 M dari salah satu keluarga terkemuka di Mekkah, menjadi yatim piatu pada usia yang masih sangat muda, kemudian diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib. Setelah sang kakek wafat, Muhammad diasuh oleh seorang paman beliau, Abu Thalib, yang melakukan perdagangan dengan kafilah. Kemudian pada saat usianya menginjak 25 tahun menjadi wakil niaga seorang janda bernama Khadijah RA yang kemudian diperistrikan, dan menghasilkan putra putri.
Muhammad dikenal sebagai seorang yang terpercaya, sehingga Ia diberi gelar Al-Amin. Selain berhasil memecahkan permasalahan peletakan Hajar Aswad,  Muhammad juga memprakarsai berdirinya komite perdamaian antar kaum muda yang disebut Hilf al-Fuzul.
Muhammad diangkat menjadi Rosul pada usia 40 tahun, di Gua Hira, dengan turunnya wahyu pertama Surat Al-Alaq ayat 1-5. Dalam pendekatan historis, kehidupan Rasulullah di Mekkah dibagi ke dalam beberapa periode : periode semenjak pelantikan hingga kegiatan da’wah Darul Arqom, periode Darul Arqom sampai dengan Umar Ibn Khattab memeluk Islam, dan kegiatan da’wah secara terang-terangan.
Sangat sedikit pengikut yang dapat direkrut pada periode awal da’wah Rasulullah. Terdapat pemuka masyarakat seperti Khadijah, Ali Ibn Abi Thalib, Zaid Ibn Haritsah dan Abu Bakar Al-Shiddieq. Terdapat pula golongan yang tidak memiliki status sosial seperti Bilal, Khubab, Ammar Ibn Yasir.
Da’wah Rasul pertama kali di Mekkah adalah memperkenalkan Allah Yang Maha Esa (Tauhid). Ajaran tauhid ini tidak terbatas pada tataran konsep saja, tetapi tetapi tauhid yang fungsional dan aplikatif. Aritnya, setelah seseorang beriman kepada Allah maka keimanan tersebut diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam perjuangan membela agama Allah.
Tahapan-tahapan da’wah nabi sangat jelas. Dimulai dari keluarga, masyarakat sekitar, selain itu juga da’wah Nabi menggunakan potensi manusia secara efektif seperti pendanaan da’wah diserahkan kepada sahabat yang memiliki kekayaan berlebih, dan seterusnya.
Banyak cara yang ditempuh kaum Quraisy untuk mencegah da’wah Nabi Muhammad, dimulai dengan cara-cara diplomatik dan bujuk rayu, sampai kekerasan secara fisik dan mental. Sampai pada akhirnya kaum Quraisy menolak segala bentuk hubungan dengan Bani Hasyim dan Muthallib. Adapun bunyi undang-undang pemutusan hubungan/pemboikotan menurut K.H. Moenawar Chalil (2001,327) adalah sebagai berikut :
1.       Muhammad dan kaum keluarganya serta kaum pengikutnya tidak diperkenankan menikah dengan orang-orang Quraisy yang lain, baik yang laki-laki maupun yang perempuan.
2.       Kaum Quraisy tidak diperkenankan berjual beli barang apa saja dengan Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya.
3.       Kaum Quraisy tidak diperkenankan menjalin persahabatan atau pergaulan dengan Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya.
4.       Kaum Quraisy tidak diperkenankan mengasihi dan menyayangi Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya.
5.       Undang-undang yang telah ditetapkan ini, sesudah ditulis dan digantungkan di dalam Ka’bah, ditetapkan sebagai undang-undang suci kaum Quraisy dan keluarga Muhammad serta pengikutnya.
6.       Undang-undang ini berlaku selama Bani Hasyim dan Bani Muthallib belum menyerahkan Muhammad kepada kaum Quraisy untuk dibunuh. Bilamana sudah diserahkan kepada mereka, undang-undang in tidak berlaku lagi.
Perlawanan kaum Quraisy terhadap da’wah Nabi Muhammad tidak hanya semata-mata untuk mempertahankan adat istiadat atau kepercayaan terhadap agamanya, akan tetapi lebih bersifat politis dan perkonomian. Kaum Quraisy takut apabila ajaran Nabi Muhammad tersebar, akan mempengaruhi penghasilannya. Ketakutan akan ajaran Nabi Muhammad juga bersifat politis artinya bahwa penerimaan ajaran Nabi Muhammad akan mendatangkan suatu kekuatan politik yang baru pada tatanan kehidupan mereka (Muhammad Husain Haekal, 24).
Hijrah adalah kata yang populer. Mengacu kepada ‘perpindahan’ Rasul Muhammad SAW dari Makkah ke Yatsrib. Perpindahan ini adalah dalam rangka dakwah agama Islam, namun lebih tepat lagi dalam rangka hendak menyusun suatu masyarakat yang lebih bermartabat, masyarakat yang menghormati hukum sehingga lebih beradab. Hijrah mengakhiri periode Mekkah, mengawali periode Madinah, merupakan titik balik kehidupan Nabi Muhammad SAW. Hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah pada awalnya bertujuan mendamaikan kabilah-kabilah yang berseteru disana. Sosoknya sebagai politisi mulai muncul ke permukaan. Strategi hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad sebagaimana dikutip dari Jaih Mubarok (2004,45) adalah sebagai berikut : “……… pertama sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW meminta bantuan Abu Bakar agar menyertainya dan menyiapkan dua ekor unta untuk dijadikan kendaraan. Kedua, karena yakin orang Quraisy akan membuntuti mereka, Nabi SAW memutuskan untuk menempuh jalan lain dan keberangkatannya bukan pada waktu biasa. Ketiga, pemuda-pemuda sudah disiapkan oleh kamu Quraisy sudah mengintai rumah Nabi Muhammad SAW sehingga beliau meminta Ali Ibn Abi Thalib memakai mantelnya. Keempat, ditengah kegelapan malam Nabi Muhammad keluar dari rumahnya menuju rumah Abu Bakar, kemudian keluar melalui jendela belakang menuju Gua Tsur dan bersembunyi di dalamnya. Kelima, orang-orang yang mengetahui tempat persembunyian Nabi dan Abu Bakar adalah putri Abu Bakar dan pembantunya. Keenam, Abdullah Ibn Abu Bakar menyusup kedalam masyarakat Quraisy untuk menyerap berita mengenai sejumlah rencana orang Quraisy terhadap Nabi Muhammad. Ketujuh, Nabi Muhammad SAW senantiasa berdoa memohon perlindungan kepada Allah SWT, sehingga Nabi Selamat dari para pemuda yang mengejarnya. Kedelapan, Nabi Muhammad dan Abu Bakar meminta Abdullah Ibn Uariqit sebagai penunjuk jalan, dan akhirnya Rasulullah dan Abu Bakar berhasil selamat sampai ke Yatsrib…..”
Di Yatsrib, perkembangan dakwah Muhammad sedemikian pesat. Sepesat kemajuan masyarakat daerah itu untuk menjadi lebih baik, lebih beradab, sehingga walhasil nama daerah Yatsrib-pun diubah menjadi Kota Madinah. ‘Madinah’ artinya masyarakat madani, masyarakat beradab, atau kala itu disebut masyarakat ‘kota’ yang memiliki aturan dan hukum. Madinah sendiri bisa juga diartikan dengan ‘kota’.
Menurut Badri Yatim (2000,25) Nabi Muhammad mengupayakan dasar-dasar negara Madinah melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1.       Pembangunan mesjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat musyawarah, merundingkan masalah-masalah yang dihadapi.
2.       Ukhuwwah Islamiyah yaitu persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan Anshar.
3.       Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.
Di Madinah, disamping terdapat orang-orang Islam juga terdapat golongan Yahudi, dan orang-orang yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar tercapai stabilitas masyarakat, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka, yang disebut dengan Piagam Madinah.
Menurut Moh. Nurhakim (2004,31) Piagam Madinah memuat aturan-aturan sebagai berikut :
1.       Seluruh masyarakat yang turut menandatangani bersatu membentuk satu kesatuan bangsa.
2.       Jika salah satu kelompok yang turut menandatangani piagam ini diserang oleh musuh, maka kelompok yang lain harus membelanya dengan menggalang kekuatan gabungan.
3.       Tidak suatu kelompok pun diperkenankan mengadakan persekutuan dengan kafir Quraisy atau memberikan perlindungan kepada mereka atau membantu mereka mengadakan perlawanan terhadap masyarakat Madinah.
4.       Orang Islam, Yahudi dan seluruh warga madinah yang lain bebas memeluk agama dan keyakinan masing-masing dan mereka dijamin kebebasannya dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Tidak seorangpun diperkenankan mencampuri urusan agama lain.
5.       Urusan pribadi atau perseorangan atau perkara-perkara kecil kelompok non muslim tidak harus melibatkan pihak-pihak lain secara keseluruhan.
6.       Setiap bentuk penindasan dilarang.
7.       Mulai hari ini segala bentuk pertumpahan darah, pembunuhan dan penganiayaan diharamkan di seluruh negeri Madinah.
8.       Muhammad, Rasulullah, menjadi kepala Republik Madinah dan memegang kekuasaan peradilan yang tinggi.
Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang cukup pesat, membuat orang-orang Mekkah dan musuh-musuh Islam menjadi resah. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan. Alasan umat Islam diizinkan berperang yaitu untuk mempertahankan diri, melindungi hak miliknya dan menjaga keselamatan dalam penyebaran agama.
Dari Madinah, teokrasi Islam menyebar ke seluruh penjuru semenanjung dan kemudian merambah ke sebagian besar daratan Asia Barat dan Afrika Utara. Komunitas Madinah saat itu menjadi model bagi komunitas-komunitas muslim belakangan.



3.       Penutup
Pada dasarnya, alur perjalanan sejarah Islam yang panjang itu bermula dari turunnya wahyu di gua Hira’. Sejak itulah nilai-nilai kemanusiaan yang di bawah bimbingan wahyu Ilahi menerobos arogansi kultur jahiliyah, merombak dan membenahi adat istiadat budaya jahiliyah yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Dengan seruan agama tauhid (monotheisme) yang gaungnya menggetarkan seluruh jazirah Arabia, maka fitrah dan nilai kemanusiaan didudukkan ke dalam hakekat yang sebenarnya. Seruan agama tauhid inilah yang merubah wajah masyarakat jahiliyah menuju ke tatanan masyarakat yang harmonis, dinamis, di bawah bimbingan wahyu.
Kemudian, hijrah Rasulullah ke Madinah adalah suatu momentum bagi kecemerlangan Islam di saat-saat selanjutnya. Dalam waktu yang relatif singkat Rasulullah telah berhasil membina jalinan persaudaraan antara kaum Muhajirin sebagai imigran-imigran Makkah dengan kaum Ansar, penduduk asli Madinah. Beliau mendirikan Masjid, membuat perjanjian kerjasama dengan non muslim, serta meletakkan dasar-dasar politik, sosial dan ekonomi bagi masyarakat baru tersebut; suatu fenomena yang menakjubkan ahli-ahli sejarah dahulu dan masa kini. Adalah suatu kenyataan bahwa misi kerasulan Nabi Muhammad yang semakin nampak nyata menggoyahkan kedudukan Makkah dan menjadikan orang-orang Quraisy Makkah semakin bergetar.
Masyarakat muslim Madinah yang berhasil dibentuk Rasulullah oleh sebagian intelektual muslim masa kini disebut dengan negara kota (city state). Lalu, dengan dukungan kabilah-kabilah dari seluruh penjuru jazirah Arab yang masuk Islam, maka muncullah kemudian sosok negara bangsa (nation state). Walaupun sejak awal Islam tidak memberikan ketentuan yang pasti tentang bagaimana bentuk dan konsep negara yang dikehendaki, namun suatu kenyataan bahwa Islam adalah agama yang mengandung prinsip-prinsip dasar kehidupan termasuk politik dan negara.
Dalam masyarakat muslim yang terbentuk itulah Rasulullah menjadi pemimpin dalam arti yang luas, yaitu sebagai pemimpin agama dan juga sebagai pemimpin masyarakat. Konsepsi Rasulullah yang diilhami al Qur’an ini kemudian menelorkan Piagam Madinah yang mencakup 47 pasal, yang antara lain berisikan hak-hak asasi manusia, hak-hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan hukum, sampai toleransi beragama yang oleh ahli-ahli politik moderen disebut manifesto politik pertama dalam Islam.







DAFTAR PUSTAKA



Muhammad Husain Haekal, 1980. Sejarah Hidup Muhammad, Pustaka Jaya Jakarta.

Badri Yatim, 2000. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, PT Raja Grafindo Persada.

Moh. Nurhakim, 2004. Sejarah dan Peradaban Islam, Universitas Muhammadiyah Malang.

Jaih Mubarok, 2004. Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Bani Quraisy Bandung.

Moenawir Chalil, 2001. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Gema Insani Press Jakarta.

Philip K. Hitti, 2002. History of The Arab, PT Serambi Ilmu Semesta Jakarta.

Husein Mu’nis, 1999. Al-Sirah Al-Nabawiyah Upaya Reformulasi Sejarah Perjuangan Nabi Muhammad SAW, Adigna Media Utama Jakarta

Mulyadhi Kartanegara, 2002. The Venture of Islam Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia, Paramadina Jakarta.


EKONOMI KAPITALIS, APA YANG SALAH ????

1. Pendahuluan
Bencana keuangan tengah melanda negara super power Amerika Serikat. Beberapa bank raksasa kelas dunia yang telah menggurita ke berbagai penjuru dunia rontok. Dimulai dari bangkrutnya bank raksasa Lehman Brothers dan perusahaan finansial raksasa Bear Stearns. Beberapa saat sebelumnya, pemerintah Amerika terpaksa mengambil alih perusahaan mortgage terbesar di Amerika; Freddie Mac dan Fannie Mae Sementara Merrill Lynch mengalami kondisi tak jauh beda hingga harus diakuisisi oleh Bank of America. Terakhir perusahaan asuransi terbesar AIG (American International Group) menunjukkan gejala kritis yang sama.
Untuk mengatasi badai krisis yang hebat itu dan menyelamatkan bank-bank raksasa yang terpuruk, pemerintah Amerika Serikat terpaksa melakukan bailout sebesar 700 milyar dolar sampai 1 triliun US dolar. Intervensi negara Amerika terhadap sektor keuangan di negeri Paman Sam itu merupakan kebijakan yang bertentangan dengan faham pasar bebas (kapitalisme) yang dianut Amerika Serikat. Nyatanya dana suntikan yang mirip dengan BLBI itu toh, tak signifikan membendung terpaan badai krisis yang demikian besar. Kebijakan bailout ini, tidak saja dilakukan pemerintah Amerika, tetapi juga bank sentral Eropa dan Asia turun tangan menyuntikkan dana untuk mendorong likuiditas perekonomian, sehingga diharapkan dapat mencegah efek domino dari ambruknya bank-bank investasi kelas dunia tersebut.
Pasar modal di Amerika Serikat, Eropa dan Asia segera mengalami panic selling yang mengakibatkan jatuhnya indeks harga saham pada setiap pasar modal. Bursa saham di mana-mana terjun bebas ke jurang yang dalam. Pasar modal London mencatat rekor kejatuhan terburuk dalam sehari yang mencapai penurunan 8%. Sedangkan Jerman dan Prancis masing-masing ditampar dengan kejatuhan pasar modal sebesar 7% dan 9%. Pasar modal emerging market seperti Rusia, Argentina dan Brazil juga mengalami keterpurukan yang sangat buruk yaitu 15%, 11% dan 15%.
Sejak awal 2008, bursa saham China anjlok 57%, India 52%, Indonesia 41% (sebelum kegiatannya dihentikan untuk sementara), dan zona Eropa 37%. Sementara pasar surat utang terpuruk, mata uang negara berkembang melemah dan harga komoditas anjlok, apalagi setelah para spekulator komoditas minyak menilai bahwa resesi ekonomi akan mengurangi konsumsi energi dunia.
Oleh karena kapitalisme telah gagal mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan, maka menjadi keniscayaan bagi umat manusia zaman sekarang untuk mendekonstruksi ekonomi kapitalisme dan merekonstruksi ekonomi berkeadilan dan berketuhanan yang disebut dengan ekonomi syariah.

2. Pembahasan
Dengan melihat realita di atas, jelas ada ”something wrong” dalam konsep-konsep yang selama ini diterapkan di berbagai negara, termasuk Indonesia, karena kelihatan masih jauh dari yang diharapkan. Konsep-konsep tersebut terlihat tidak memiliki konstribusi yang cukup signifikan, bahkan bagi negara-negara pencetus konsep tersebut.
Sistem kapitalis maupun sosialis jelas tidak sesuai dengan sistem nilai Islam. Keduanya bersifat eksploitatif dan tidak adil serta memperlakukan manusia bukan sebagai manusia. Kedua sistem itu juga tidak mampu menjawab tantangan ekonomi, politik, sosial dan moral di zaman sekarang. Hal ini bukan saja dikarenakan ada perbedaan ideologis, sikap moral dan kerangka sosial politik, tetapi juga karena alasan-alasan yang lebih bersifat ekonomis duniawi, perbedaan sumberdaya, stuasi ekonomi internasional yang berubah, tingkat ekonomi masing-masing dan biaya sosial ekonomi pembangunan.

2.1. Pandangan Tentang Ekonomi
Dalam banyak literatur modern, istilah Ilmu ekonomi secara umum dipahami sebagai suatu studi ilmiah yang mengkaji bagaimana orang-perorang atau kelompok-kelompok masyarakat menentukan pilihan. Pilihan harus dilakukan manusia pada saat mereka akan memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hal ini dikarenakan setiap manusia mempunyai keterbatasan (kelangkaan) dalam hal sumberdaya yang dimilikinya, sehingga ia tidak mungkin mampu memenuhi seluruh kebutuhan dan keinginan hidupnya tanpa melakukan pilihan untuk mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki. Pilihan yang dimaksud menyangkut pilihan dalam kegiatan produksi,konsumsi serta kegiatan distribusi barang dan jasa tersebut di tengah masyarakat.Namun intinya pennbahasan ilmu ekonomi ditujukan untuk memahami bagaimanamasyarakat mengalokasikan keterbatasan (kelangkaan) sumberdaya yang dimilikinya.
Secara lebih spesifik, Samuelson dan Nordhaus (1992), menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan suatu studi tentang perilaku masyarakat dalam menggunakan sumberdaya yang terbatas (langka) dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkan (mendistribusikan) komoditi tersebut kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat. Jadi ilmu ekonomi membahas aktivitas yang berkaitan dengan alokasi sumberdaya yang langka untuk kegiatan produksi untuk memproduksi barang dan jasa; ekonomi juga membahas aktivitas yang berkaitan dengan cara-cara memperoleh barang dan jasa; juga membahas aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan konsumsi, yakni kegiatan pemanfaatan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup; serta membahas aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan distribusi, yakni bagaimana menyalurkan barang dan jasa yang ada di tengah masyarakat. Seluruh kegiatan ekonomi mulai dari produksi, konsumsi dan distribusi barang dan jasa tersebut semuanya dibahas dalam ilmu ekonomi yang sering dibahas dalam berbagai literatur ekonomi kapitalis.
Pandangan sistem ekonomi kapitalis di atas yang memasukkan seluruh kegiatan ekonomi mulai dari produksi, konsumsi, dan distribusi dalam pembahasan ilmu ekonomi berbeda dengan pandangan sistem ekonomi Islam. Perbedaan ini dapat diketahui dengan memahami pandangan tersebut dengan merujuk pada sumber-sumber hukum Islam berupa AI-Qur'an dan As-Sunnah. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda :
"Dua telapak kaki manusia tidak akan bergeser (pada Hari Kiamat) hingga ia ditanya tentang umumya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya untuk apa ia pergunakan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia pergunakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia korbankan" (HR. Tirmidzi dari Abu Barzah ra.)
Hadits di atas memberikan gambaran bahwa setiap manusia akan diminta pentanggungjawaban terhadap empat perkara yakni tentang umumya, ilmunya, hartanya, dan tubuhnya. Tentang umur, ilmu dan tubuhnya setiap orang hanya ditanya dengan masing-masing satu pertanyaan sedangkan berkaitan dengan harta maka setiap orang akan ditanya dengan dua pertanyaan, yakni dari mana hartanya dia peroleh dan untuk apa hartanya dia pergunakan. Hal ini memberikan suatu gambaran bahwa Islam memberi perhatian yang besar terhadap segala aktivitas manusia yang berhubungan dengan harta. Dengan kata lain Islam memberikan perhatian yang besar pada bidang ekonomi.
Menurut An-Nabhaniy (1990), pandangan Islam terhadap masalah ekonomi dari segi keberadaan dan produksi harta kekayaan (barang dan jasa) dalam kehidupan yakni ditinjau dari segi kuantitasnya, berbeda dengan pandangan Islam terhadap masalah cara memperoleh, memanfaatan, serta mendistribusikan harta kekayaan (barang dan jasa). Masalah ekonomi dari segi keberadaan dan produksi barang dan jasa dimasukkan dalam pembahasan ilmu ekonomi ('ilmun iqtishadiyun) yang bersifat universal dan sama untuk setiap bangsa di dunia. Sedangkan masalah harta dari segi cara memperoleh, memanfaatan, serta mendistribusikannya dimasukkan dalam pembahasan sistem ekonomi (nizhamun iqtishadiyun) yang dapat berbeda antar setiap bangsa sesuai dengan pandangan hidupnya (ideologinya).
Oleh karena itu, amatlah jelas bahwa Islam telah memberikan pandangan (konsep) tentang sistem ekonomi, sementara tentang ilmu ekonomi Islam menyerahkannya kepada manusia. Dengan kata lain Islam telah menjadikan perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan sebagai masalah yang dibahas dalam sistem ekonomi. Sementara, secara mutlak Islam tidak membahas bagaimana cara memproduksi kekayaan dan faktor produksi yang bisa menghasilkan harta kekayaan, sebab itu termasuk dalam pembahasan Ilmu Ekonomi yang bersifat universal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Islam membedakan antara pembahasan ekonomi dari segi produksi barang dan jasa yang dimasukkan dalam pembahasan "ilmu ekonomi" dengan pembahasan ekonomi dari segi cara memperoleh, cara memanfaatkan serta cara mendistribusikan barang dan jasa yang dimasukkan dalam pembahasan "sistem ekonomi". Sedangkan Sistem Ekonomi Kapitalis menjadikan pembahasan "ilmu ekonomi" dan "sistem ekonomi" sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Menurut faham Kapitalis pembahasan ekonomi dari segi pengadaan berikut upaya meningkatkan produktivitas barang dan jasa; serta pembahasan ekonomi dari segi cara-cara memperoleh, cara memanfaatkan serta cara mendistribusikan barang dan jasa semuanya disatukan dalam lingkup pembahasan apa yang mereka sebut dengan ilmu ekonomi. Padahal terdapat perbedaan mendasar antara pembahasan ekonomi dari segi pengadaan berikut upaya meningkatkan produktivitas barang dan jasa dengan pembahasan ekonomi dari segi cara-cara memperoleh, cara memanfaatkan serta cara-cara mendistribusikan barang dan jasa.
Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, maka menurut Az-Zain (1981); An- Nabhaniy (1995); Islam membedakan antara pembahasan ekonomi dari segi pengadaan berikut upaya meningkatkan produktivitas barang dan jasa dengan pembahasan ekonomi dari segi cara-cara memperoleh, cara memanfaatkan serta cara-cara mendistribusikan barang dan jasa. Pembahasan ekonomi dari segi pengadaan berikut upaya meningkatkan produktivitas barang dan jasa dimasukkan dalam pembahasan ilmu ekonomi. Sedangkan pembahasan ekonomi dari segi cara-cara memperoleh, cara memanfaatkan serta cara-cara mendistribusikan barang dan jasa dimasukan dalam pembahasan sistem ekonomi.
Ilmu ekonomi menurut pandangan Islam adalah ilmu yang membahas tentang upaya-upaya mengadakan dan meningkatkan produktivitas barang dan jasa. Atau dengan kata lain berkaitan dengan produksi suatu barang dan jasa. Karena harta kekayaan sifatnya ada secara alami serta upaya mengadakan dan meningkatkan produktivitasnya dilakukan manusia secara universal, maka pembahasan tentang ilmu ekonomi merupakan pembahasan yang universal pula sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi. Oleh karena ilmu ekonomi tidak dipengaruhi oleh pandangan hidup (ideologi) tertentu dan bersifat universal, maka ia dapat diambil dari manapun juga selama bermanfaat.
Sedangkan "sistem ekonomi" menjelaskan tentang bagaimana cara memperoleh dan memiliki, cara memanfaatkan serta cara mendistribusikan harta kekayaan yang telah dimiliki tersebut. Atau dengan kata lain menjelaskan tentang kepemilikan harta kekayaan, bagaimana memanfaatkan dan mengembangkan harta kekayaan, serta bagaimana mendistribusikan harta kekayaan kepada masyarakat. Dengan penjelasan ini dapat kita ketahui dan pahami bahwa pembahasan "sistem ekonomi" sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup tertentu dan tidak berlaku secara universal. Oleh karena itu sistem ekonomi dalam pandangan Ideologi Islam tentu berbeda dengan sistem ekonomi dalam pandangan Ideologi Kapitalis serta berbeda pula dengan sistem ekonomi dalam pandangan Ideologi Sosialisme dan Komunisme.


2.2. Problematika Ekonomi dan Solusinya
Terdapat perbedaan penting antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya, khususnya Kapitalis dalam memandang apa sesungguhnya yang menjadi permasalahan ekonomi manusia. Menurut sistem ekonomi kapitalis, permasalahan ekonomi yang sesungguhnya adalah kelangkaan (scarcity) barang dan jasa. Hal ini karena setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam dan jumlahnya tidak terbatas sementara sarana pemuas (barang dan jasa) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia terbatas. Sebagai catatan yang dimaksud kebutuhan di sini mencakup kebutuhan (need) dan keinginan (want), sebab menurut pandangan ini pengertian antara kebutuhan (need) dan keinginan (want) adalah dua hal yang sama, yakni kebutuhan itu sendiri. Setiap kebutuhan yang ada pada diri manusia tersebut menuntut untuk dipenuhi oleh alat-alat dan sarana-sarana pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Oleh karena di satu sisi kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas sementara alat dan sarana yang digunakan untuk memenuhinya terbatas, maka muncullah konsep kelangkaan.
Dari pandangan tersebut di atas maka sistem ekonomi kapitalis menetapkan bahwa problematika ekonomi akan muncul pada setiap diri individu, masyarakat atau negara karena adanya keterbatasan barang dan jasa yang ada pada diri setiap individu, masyarakat atau negara untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Karena itu disimpulkan bahwa problematika ekonomi yang sesungguhnya adalah karena adanya kelangkaan (scarcity).
Dari sinilah muncul pandangan dasar terhadap problematika ekonomi, yaitu tidak seimbangnya antara kebutuhan yang tidak terbatas dengan alat dan sarana pemuasnya yang terbatas. Sehingga dengan demikian barang dan jasa yang ada tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan manusia secara menyeluruh. Pada saat itulah masyarakat akan menghadapi problematika ekonomi, yaitu kelangkaan atau keterbatasan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Akibat pasti dari kelangkaan dan keterbatasan ini adalah adanya sebagian kebutuhan yang senantiasa tidak terpenuhi secara sempuma atau bahkan tidak terpenuhi sama sekali.
Dan pandangan demikian muncul pula solusi pemikiran untuk memecahkan problematika ekonomi tersebut dengan jalan menitikberatkan pada aspek produksi dan pertumbuhan sebagai upaya untuk meningkatkan barang dan jasa agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Karena itulah maka sistem ekonom Kapitalis menitikberatkan perhatiannya pada upaya pemngkatkan produksi nasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perhatian yang begitu besar terhadap aspek produksi dan pertumbuhan seringkali justru mengabaikan aspek distribusi dan kesej'ahteraan masyarakat banyak. Hal ini dapat dilihat dari keberpihakan yang sangat besar kepada para konglomerat, sebab pertumbuhan yang tinggi dengan mudah dapat dicapai dengan jalan ekonomi konglomerasi dan sulit ditempuh dengan mengandalkan ekonomi kecil dan menengah.
Karena sangat mengandalkan pada pertumbuhan ekonomi suatu negara, maka sistem ekonomi kapitalis tidak lagi memperhatikan apakah pertumbuhan ekonomi yang dicapai betul-betul riil yakni lebih mengandalkan sektor riil atau pertumbuhan ekonomi tersebut hanyalah semu, yakni mengandalkan sektor non-riil (sektor moneter). Dalam kenyataannya, sistem ekonomi kapitalis pertumbuhannya lebih dari 85 % ditopang oleh sektor non-riil dan sisanya sektor riil. Akibatnya adalah ketika sektor moneter ambruk, maka ekonomi negara-negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis juga ambruk.
Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis, maka sistem ekonomi Islam menetapkan bahwa problematika ekonomi yang utama adalah masalah rusaknya distribusi kekayaan di tengah masyarakat. Menurut Islam, pandangan sistem ekonomi kapitalis yang menyamakan antara pengertian kebutuhan (need) dengan keinginan (want) adalah tidak tepat dan tidak sesuai dengan fakta. Keinginan (want) manusia memang tidak terbatas dan cenderung untuk terus bertambah dari waktu ke waktu. Sementara itu, kebutuhan manusia ada kebutuhan yang sifatnya merupakan kebutuhan pokok (al hajat al asasiyah) dan ada kebutuhan yang sifatnya pelengkap (al hajat al kamaliyat) yakni berupa kebutuhan sekunder dan tersier. Kebutuhan pokok manusia berupa pangan, sandang dan papan dalam kenyataannya adalah terbatas. Setiap orang yang telah kenyang makan makanan tertentu maka pada saat itu sebenamya kebutuhannya telah terpenuhi dan dia tidak menuntut untuk makan makanan lainnya. Setiap orang yang sudah memiliki pakaian tertentu meskipun hanya beberapa potong saja, maka sebenamya kebutuhan dia akan pakaian sudah terpenuhi.
Karena itulah permasalahan ekonomi yang sebenarnya adalah jika kebutuhan pokok setiap individu masyarakat tidak terpenuhi. Sementara itu barang dan jasa yang ada, kalau sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok seluruh manusia, maka jumlah sangat mencukupi. Namun karena distribusinya sangat timpang dan rusak, maka akan selalu kita temukan - meskipun di negara-negara kaya— orang-orang miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka secara layak.

2.3. Prilaku Ekonomi yang Diharapkan
Dalam konsepsi Islam, prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan seharusnya berpijak pada landasan-landasan syari’ah. Selain itu, juga mempertimbangkan kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Dalam ekonomi Islam, keduanya berinteraksi secara harmonis sehingga terbentuklah sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan pondasi nilai-nilai Ilahiyah. Disisi lain, ekonomi konvensional mendefinisikan dirinya sebagai segala tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya yang tak terbatas dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang terbatas. Dari definisi ini terdapat dua makna penting; pertama, definisi ini menyiratkan prilaku manusia tersebut terfokus sebagai prilaku yang bersifat individual. Kedua, bahwa tingkah laku manusia itu bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan (needs), tetapi pada hakekatnya untuk memuaskan keinginan (wants) yang memang tak terbatas.
Definisi ekonomi konvensional ini berkembang dari pemahaman motif-motif ekonomi yang dijelaskan oleh pemikir ekonomi kapitalis. Francis Ysidro Edgworth (1845-1926) merupakan tokoh sentral yang mengemukakan motif self interest (egoism dan utilitarianism) dari prilaku ekonomi manusia. Dari diskursus intelektual mengenai motif prilaku ekonomi di kalangan pakar ekonomi konvensional, sesungguhnya telah diakui bahwa moralitas dan nilai agama memiliki andil dalam prilaku ekonomi manusia.
Namun Edgworth (1881) memiliki alasan kuat bahwa hanya egoismelah yang menjadi landasan nilai yang sangat konsisten bagi prilaku manusia (egoistic behaviour). Landasan nilai egoisme ini menurut Amartya Sen (1979) kemudian menjadi motif ekonomi yang menggunakan pendekatan rasional (rational choice). Pendekatan rasional ini diyakini menunjukkan konsistensi internal dari seorang individu dalam berprilaku. Dan dengan landasan inilah kemudian secara substansi ekonomi konvensional dibangun dan dikembangkan.
Ada perbedaan yang mendasar antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional dari pondasi dasar yang telah dijelaskan diatas. Pertama adalah sumber landasan nilai yang muncul. M.N. Siddiqi mengemukakan bahwa sumber utama dari prilaku dan infrastruktur ekonomi Islam adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Pengetahuan itu bukan buah fikiran pakar ekonomi Islam, tapi ‘ide langsung’ dari Allah SWT. Sementara itu sumber pengetahuan dari prilaku dan institusi ekonomi konvensional adalah intelegensi dan intuisi akal manusia melalui studi empiris. Perbedaan kedua, tentu saja terletak pada motif prilaku itu sendiri. Ekonomi Islam dibangun dan dikembangkan di atas nilai altruisme, sedangkan ekonomi konvensional dibangun dan dikembangkan berdasarkan nilai egoisme.
Dari banyak prinsip-prinsip ekonomi Islam yang disebutkan oleh pakar ekonomi
Islam, setidaknya terdapat empat prinsip utama dalam sistem ekonomi Islam. Pertama, menjalankan usaha-usaha yang halal (permissible conduct). Dari produk, manajemen, proses produksi hingga proses sirkulasi atau distribusi haruslah dalam kerangka halal. Usaha-usaha tersebut tidak bersentuhan dengan judi (maisir) dan spekulasi (gharar) atau tindakan-tindakan lainnya yang dilarang secara syariah. Hal ini juga berlandaskan pada surah al-Baqarah ayat 72 & 168 serta an-Nisaa ayat 29.. Dalam ekonomi Islam pada dasarnya aktifitas apapun hukumnya boleh kecuali ada dalil yang melarang aktifitas itu secara syariah. Kedua, hidup hemat dan tidak bermewah-mewah (abstain from wasteful and luxurius living), bermakna juga bahwa tindakan-tindakan ekonomi hanyalah sekedar untuk memenuhi kebutuhan (needs) bukan memuaskan keinginan (wants). Prinsip ini sejalan dengan panduan al-Qur’an dalam surah al-A’raf ayat 31-32 & al-Israa ayat 29. Ketiga, implementasi Zakat (implementation of zakat). Pada tingkat negara mekanisme zakat yang diharapkan adalah obligatory zakat system bukan voluntary zakat system. Disamping itu ada juga instrumen sejenis yang bersifat sukarela (voluntary) yaitu infak, shadaqah, wakaf, dan hadiah yang terimplementasi dalam bangunan sosial masyarakat. Prinsip ini sebagaimana diisyaratkan dalam surah at-Taubah ayat 60 dan 103. Keempat, penghapusan/pelarangan Riba atau Bunga (prohibition of riba), Gharar dan Maisir. Untuk itu perlu menjadikan sistem bagi hasil (profit-loss sharing) dengan instrument mudharabah dan musyarakah sebagai pengganti sistem kredit (credit system) berikut instrumen bunganya (interest rate) dan membersihkan ekonomi dari segala prilaku buruk yang merusak sistem, seperti prilaku menipu, spekulasi atau judi. Sebagaimana surah al- Baqarah ayat 274-781 menjelaskan tentang hal ini. Keempat prinsip utama ini tentu bukan hanya memberi batasan-batasan moral saja dalam aktifitas dan sistem ekonomi Islam, tetapi juga memiliki konsekwensikonsekwensi yang menciptakan bangunan ekonomi Islam. Konsekwensi yang jelas sekali misalnya adalah eksistensi lembaga Baitul Mal sebagai respon langsung dari ketentuan implementasi sistem zakat dalam kebijakan fiskal Negara. Atau dominasi konsep bagi hasil dalam dunia keuangan dan investasi sebagai konsekwensi pelarangan bunga (riba). Juga adanya lembaga al-Hisbah untuk mengawasi pasar. Prinsip-prinsip ini utamanya dimaksudkan agar segala aktifitas manusia betul-betul dapat mencapai sebuah kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan dunia-akhirat (falah). Prinsip-prinsip ini menjadi pedoman dari prilaku individual dan juga kolektif yang akan mengarah pada kesejahteraan masyarakat secara luas. Dalam ekonomi Islam motif dalam aktifitas ekonomi adalah ibadah. Motif ibadah inilah yang kemudian mempengaruhi segala prilaku konsumsi, produksi dan interaksi ekonomi lainnya. Secara spesifik ada tiga motif utama dalam prilaku ekonomi Islam, yaitu mashlahah (public interest), kebutuhan (needs) dan kewajiban (obligation).
Mashlahah merupakan motif yang dominan diantara ketiga motif yang ada, Dr. Akram Khan menjelaskan bahwa mashlahah adalah parameter prilaku yang bernuansa altruism (kepentingan bersama). Berikutnya, motif kebutuhan merupakan sebuah motif dasar (fitrah), dimana manusia memang memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Sedangkan motif kewajiban merupakan representasi entitas utama motif ekonomi yaitu ibadah. Ketiga motif ini saling menguatkan dan memantapkan peran motif ibadah dalam perekonomian. Dalam paradigma ekonomi Islam harta bukanlah tujuan, ia hanya sekedar alat untuk mencapai falah. Seluruh kekayaan adalah milik Allah SWT, sehingga pada hakikatnya apa yang dimiliki manusia itu hanyalah sebuah amanah. Dan nilai amanah itulah yang menuntut manusia untuk menyikapinya dengan benar. Sedangkan dari perspektif konvensional, harta merupakan kekayaan yang menjadi hak milik pribadi seseorang. Islam cenderung melihat harta berdasarkan flow concept, yang sebaiknya mengalir. Sedangkan ekonomi konvensional cenderung memandangnya berdasarkan stock concept, yang mendorong prilaku penumpukan dan penimbunan. Dr. Muhammad Arif menjelaskan bahwa ekonomi konvensional lebih mengedepankan pasar sebagai paradigmanya. Orientasi pasar pada ekonomi konvensional sejalan dengan landasan filosofinya yang menjadikan kelimpahan materi sebagai parameter. Hal ini yang menjadi alasan utama mengapa kecenderungan pelaku pasar dalam sistem konvensional begitu konsumtif, hedonis, materialistis dan individualistis.

2.4. Moneter Vs Riel
Merujuk pada sub bab pendahuluan di atas, menurut ekonomi Islam, sektor moneter dan sektor riil tidak boleh terpisah, sedangkan dalam sistem ekonomi kapitalisme keduanya terpisah secara diametral. Akibat keterpisahan itu, maka arus uang (moneter) berkembang dengan cepat sekali, sementara arus barang di sektor riil semakin jauh tertinggal. Sektor moneter dan sektor riil menjadi sangat tidak seimbang.
Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi pada pasar modal dan pasar valas (money market) sehingga ekonomi dunia terjangkit penyakit yang bernama balon economy (bubble economy). Disebut ekonomi balon, karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong. Jadi, bublle economy adalah sebuah ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riel, bahkan sektor riel tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya.
Fenomena ketidakseimbangan itu sektor keuangan dan sektor riil tersebut sangat rawan menimbulkan kekacauan perekonomian. Jadi, pengembangan sektor keuangan harus diseimbangkan dengan sektor riil. Membiarkan perkembangan sektor finansial bergerak cepat tanpa diiringi pengembangan sektor riil secara equilibrium (seimbang), tidak saja menjadi ancaman kerusakan ekonomi, tetapi juga melanggar prinsip ekonomi syari’ah yang paling fundamental, yaitu keharusan mengkaitkan sektor moneter (finansial) dengan sektor riil.
Dalam ekonomi syari’ah, dikotomi sektor moneter dan riil tidak dikenal. Sektor moneter dalam definisi ekonomi Islam adalah mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar riil, sehingga jika menggunakan istilah konvensional, maka karakteristik perekonomian Islam adalah perekonomian riil, khususnya perdagangan. Inilah yang dianjurkan Islam, ”Allah menghalalkan jual beli (perdagangan) dan mengharamkan riba”.(QS.2:275). Ayat tersebut secara tegas membolehkan jual-beli atau perdagangan dan mengharamkan riba. Jual beli atau perdagangan adalah kegiatan bisnis sektor riel. Kegiatan bisnis sektor keuangan tanpa dikaitkan dengan sektor riil adalah aktivitas ribawi yang dilarang dalam ekonomi Islam.
Oleh karena keharusan terkaitnya sektor moneter dan sektor riil, maka perbankan syari’ah mengembangkan sistem bagi hasil, jual beli dan sewa. Dalam bagi hasil, terdapat bisnis sektor riil yang dibiayai dengan pembagian keuntungan yang fluktuatif. Demikian pula dalam jual beli, ada sektor riil yang mendasari kebolehan penambahan (ziyadah) dalam harta.
Dalam ekonomi syari’ah sistem bagi hasillah (profit and loss sharing) yang kemudian menjadi jantung dari sektor ‘moneter’ Islam, bukan bunga. Karena sesungguhnya, bagi hasil sebenarnya sesuai dengan iklim usaha yang memiliki kefitrahan untung atau rugi. Tidak seperti karakteristik bunga yang memaksa agar hasil usaha selalu positif. Islam tidak mengenal konsep time value of money, Jadi penerapan sistem bagi hasil pada hakikatnya menjaga prinsip keadilan tetap berjalan dalam perekonomian. Karena memang kestabilan ekonomi bersumber dari prinsip keadilan yang dipraktikkan dalam perekonomian.

3. Kesimpulan
..............................................................................

Hak Kekayaan Intelektual dalam Perspektif Islam

A. Pendahuluan
Kelebihan istimewa yang dimiliki manusia adalah kemampuannya dalam menalar, merasa, dan mengindra. Dengan menalar manusia mampu mencipta dan mengembangkan pengetahuannya, dan hal inilah yang secara prinsip membedakan antara makhluk tingkat rendah dengan makhluk tingkat tinggi, yaitu manusia. Ilmu menjadi furqan (pembeda) antar makhluk, bahkan pembeda kualitas antar manusia itu sendiri.
Kemampuan manusia dalam berfikir dan mengembangkan ilmu pengetahuan telah melahirkan temuan-temuan baru yang belum ada sebelumnya seperti; ditemukannya Mesin Cetak oleh Johann Gutenberg (1400-1468) pada tahun 1436, Mesin Pintal atau tekstil oleh Sir Richard Arkwrigt (1732-1792) dan Jemes Hargreves (?-1778), Mesin Uap oleh James Watt (1736-1819), teori grafitasi, kalkulus, dan spectrum cahaya oleh Isaac Newton (1642-1727), dan lain sebagainya.
Selain memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, ditemukannya hal-hal baru tersebut telah melahirkan kesadaran akan adanya hak baru di luar hak kebendaan atau barang. Pengakuan atas segala temuan, ciptaan, dan kreasi baru yang ditemukan dan diciptakan baik oleh individu atau kelompok telah melahirkan apa yang disebut dengan Hak Milik Intelektual (HAMI) atau Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Pada abad kuno, hak cipta belum dikenal oleh masyarakat, sekalipun banyak karya cipta yang dihasilkan masyarakat saat itu. Karya cipta dianggap sebagai hal biasa yang eksistensinya tidak perlu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Mereka menganggap bahwa hak cipta tidak memiliki arti yang strategis dalam kehidupan manusia, seperti; rumah, tanah, atau benda lainnya.
Adalah Corpus Juris yang pertama kali menyadari kehadiran hak milik baru yang merupakan ciptaan dalam bentuk tulisan atau lukisan di atas kertas. Namun demikian pendapatnya belum sampai kepada pembeda antara benda nyata (Materielles Eigentum) dan benda tidak nyata (immaterielles Eigentum) yang merupakan produk kreatifitas manusia. Istilah Immaterielles Eigetum inilah yang sekarang disebut dengan Hak Milik Intelektual (HAMI), atau Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang merupakan terjemahan dari dari kata “geistiges eigentum”, atau “intellectual property right”.
Di Indonesia, pengakuan dan perlindungan terhadap kekayaan intelektual telah dilakukan sejak dahulu. Sebagai Negara bekas jajahan Belanda, maka sejarah hukum tentang perlindungan HAMI di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah hukum serupa di Belanda pada masa itu, karena hampir seluruh peraturan yang berlaku di Belanda waktu itu juga diberlakukan di Indonesia (Hindia Belanda). Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) yang pertama berlaku di Indonesia adalah UUHC tanggal 23 September 1912 yang berasal dari Belanda yang diamandemen oleh UU No 6 tahun 1982 yang mendapat penyempurnaan pada tahun 1987, dan yang terakhir UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Ulasan di atas adalah pandangan hukum positif terhadap masalah hak cipta. Bagaimana padangan Islam terhadap masalah tersebut? Apakah perhatian Islam yang sangat besar terhadap masalah harta kekayaan dan hak individu juga membahas masalah tersebut? Serta bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap pembajakan kekayaan intelektual (hak cipta)? Masalah-masalah inilah yang akan coba dipaparkan dalam makalah ini.

B. Pembahasan.
Undang-undang Hak Cipta secara sejarah Islam awalnya memang belum dikenal, karena umumnya filosofi para penemu dan pencipta termasuk pengarang karya-karya besar dalam Islam hanya bertujuan untuk mendapat ridha dan pahala dari Allah semata. Sama sekali jauh dari tujuan materi dan kekayaan. Karena itu dalam literatur klasik fiqih Islam, kita tidak mengenal hak cipta sebagai sebuah hak milik yang terkait dengan kekayaan finansial. Justru semakin dibajak atau ditiru akan semakin banggalah dia dan semakin banyak pahalanya. Selain itu juga ada rasa kepuasan tersendiri dari segi psikologisnya. Apa yang mereka lakukan atas karya-karya itu jauh dari motivasi materi/uang. Sedangkan untuk penghasilan, para ulama dan ilmuwan bekerja memeras keringat. Ada yang jadi pedagang, petani, penjahit dan seterusnya. Mereka tidak menjadikan karya mereka sebagai tambang uang.

1. Pengertian Hak Cipta.
Sebelum membahas apa yang dimaksud hak cipta, berikut ini adalah beberapa undang-undang terbaru yang mengatur HKI di Indonesia :
No. No. UU Tentang
1. 19 Tahun 2002 Hak Cipta
2. 14 Tahun 2001 Paten
3. 15 Tahun 2001 Merek
4. 29 Tahun 2000 Perlindungan Varietas Tanaman
5. 30 Tahun 2000 Rahasia Dagang
6. 31 Tahun 2000 Desain Industri
7. 32 Tahun 2000 Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Sumber : Pusat data hukumonline
Yang dimaksud dengan hak cipta sebagaimana diungkapkan dalam pasal 1 ayat 1 UUHC No. 19 tahun 2002 adalah Hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.

2. Teori Hak Dalam Islam.
Apabila menelusuri dalil-dalil yang terkandung dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, masalah hak cipta belum mempunyai dalil atau landasan nash yang eksplisit. Hal ini karena gagasan pengakuan atas hak cipta itu sendiri merupakan masalah baru yang belum dikenal sebelumnya. Namun demikian, secara implisit, perlindungan terhadap hak cipta ditemukan dalam sistem hukum Islam. Hal ini dikarenakan konsep hak itu sendiri dalam prespektif hukum Islam, tidak baku dan berkembang secara fleksibel dan implementasinya tetap akan sangat tergantung kepada keadaan.
Mengkaji masalah hak cipta dalam tinjauan Islam, penulis akan memulainya dengan membahas pandangan Islam terhadap hak itu sendiri. Hak (al-haqq) secara etimologi berarti milik; ketetapan dan kepastian. Menurut terminologi, ada beberapa pengertian hak yang dikemukakan para ulama fiqh. Sebagian ulama mutaakhkhirin (generasi belakangan) hak adalah suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara. Syeikh al-Khafifi (ahli fiqh Mesir) mengartikannya sebagai kemaslahatan yang diperoleh secara syara. Mustafa Ahmad az-Zarqa (ahli fiqh Yordania asal Suriah) mendefinisikannya sebagai suatu kekhususan yang padanya ditetapkan syara suatu kekuasaan. Lebih singkat lagi, Ibnu Nujaim (w. 970 H/1563 M) ahli fiqh Madzhab Hanafi mendefinisikannya sebagai suatu kekhususan yang terlindung.
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy membagi pengertian hak kepada dua bagian, yaitu pengertian secara khusus dan umum. Hak secara khusus didefinisikan sebagai “Sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan sesama manusia, baik mengenai individu (orang), maupun mengenai harta”. “Kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas seseorang atas yang lainnya”.
Sedangkan haq menurut Mustofa Zarqa' didefnisikan : "Kekhususan yang diakui oleh syariat Islam, baik itu berupa otoritas atau pembebanan".
Dengan demikian ini mencakup antara lain :
1) Hak Allah yang dibebankan kepada hambanya, seperti shalat, puasa dan zakat;
2) Hak sipil seperti hak untuk memiliki atas benda;
3) Hak sosial, seperti hak orang tua kepada anak dan hak suami terhadap isteri;
4) Hak Publik seperti kewajiban negara untuk melindungi rakyatnya;
5) Hak berkaitan dengan harta seperti nafkah;
6) Hak yang berkaitan dengan otoritas seperti perwalian;
7) Hak asasi yang mencakup hak untuk hidup bebas;
8) Dll.
Hukum Islam dalam kaitannya dengan hak, menetapkan langkah-langkah hukum sebagai berikut :
  1. Memberikan hak kepada yang berhak. Bila itu hak Allah, maka harus dipenuhi dengan mengikuti aturan yang telah diberikan oleh Allah. Semisal shalat harus dipenuhi oleh mereka yang kewajiban sesuai dengan aturan yang ditentukan. Terkadang diperlukan suatu perangkat hukum tertentu untuk menegakkan hak ini, seperti dibentuknya lembaga hukum yang mengelola zakat, agar tidak terjadi kecurangan dan penyelewengan. Memberikan hak kepada yang berhak merupakan kewajiban agama dan merampas hak dari pemiliknya merupakan tindakan yang dilarang agama.
  2. Memegang amanat adalah kewajiban setiap individu dan menghianati dan menelantarkannya merupakan dosa. Bila terjadi perselisihan masalah hak pun langkah awal yang dianjurkan syari’ah adalah melalui jalur ini, yaitu dengan damai atau arbritasi. Bila jalur kesadaran dan taradli tidak mampu mengembalikan hak kepada pemiliknya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum, yaitu pengadilan. Ini untuk menjaga agar dalam memberikan hak kepada yang berhak tetap bemuara pada nilai-nilai keadilan. Pihak yang menolak memberikan hak kepada yang berhak, di samping diancam hukuman akhirat, yaitu siksa neraka juga diancam hukuman dunaiwi, sesuai dengan besar dan kecilnya penyelewengan yang dilakukan.
  3. Melindungi Hak Syariat Islam memberikan perlindungan kepada hak dari segala bentuk penganiayaan, kecurangan, penyalahgunaan dan perampasan. Di sini perlindungan yang diberikan pertama: berupa perlindungan moral, seperti keharaman meninggalkan ibadah wajib, keharaman mencuri, berzina, keharaman menipu dan memalsu, keharaman transaksi mengandung riba dan kewajiban menjunjung tinggai nilai-nilai masayrakat yang sesuai agama. Kedua adalah perlindungan hukum, setiap orang yang dizalimi boleh mengangkat masalahnya ke pengadilan untuk mendapatkan kembali haknya.
  4. Menggunakan hak dengan cara yang sah dan benar. Setiap manusia diberi wewenang menngunakan haknya sesuai dengan yang diperintahkan dan diizinkan oleh syariat. Oleh sebab itu dalam menngunakan hak tidak boleh melapaui batas dan tidak boleh menimbulkan kerugian padapihak lain, baik yang sifatnya personal maupun publik.
  5. Menjamin perpindahan hak dengan cara benar dan sah. Hukum Islam melindungi perpindahan hak melalui prosedur dan cara yang benar, baik itu melalui transaksi seperti jual beli, atau pelimpahan seperti dalam kasus jaminan huang atau hak yang berkaitan dengan wewenang, berpindahnya hak perwalian dari orang tua ke anak sepeninggal orang tua.
  6. Menjamin hangus/terhentinya hak dengan cara benar dan sah Hukum Islam melindungi hangusnya hak, atau terhentinya hak melalui prosedur dan cara yang sah, misalnya hangusnya hak suami isteri melalui perceraian atau pengguguran hak secara sukarela, seperti tidak menggunakan hak menuntut ganti rugi.
Secara umum, hak diartikan sebagai “Suatu ketentuan yang dengannya syara’ menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum”. Sumber hak itu sendiri menurut Ulama fiqh ada lima, yaitu; Pertama, syara’, seperti berbagai ibadah yang diperintahkan. Kedua, akad, seperti akad jual beli, hibah, dan wakaf dalam pemindahan hak milik. Ketiga, kehendak pribadi, seperti janji dan nazar. Keempat, perbuatan yang bermanfaat, seperti melunasi utang. Kelima, perbuatan yang menimbulkan kemadaratan bagi orang lain, seperti mewajibkan seseorang membayar ganti rugi akibat kelalaiannya dalam menggunakan barang milik orang lain.

3. Teori Pemilikan Harta Dalam Islam.
Dalam UUHC Pasal 3 disebutkan bahwa; (1) hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, (2) hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh atau sebagian kerena; Pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, maka hak cipta termasuk harta yang bisa dimiliki oleh seseorang secara sah.
Apabila melihat khazanah fiqh Islam, ditemui beberapa teori tentang harta. Harta (al-Mal) asal kata mala (condong atau berpaling dari tengah kesalah satu sisi), dimaknai sebagai; “Segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara. Baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk manfaat”. Ulama Madzhab Hanafi mendefinisikan harta dengan; “Segala sesuatu yang digandrungi manusia dan dapat dihadirkan ketika dibutuhkan”, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan, dan dimanfaatkan. Jumhur Ulama mendefinisikan harta sebagai “segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya”.
Bagi Jumhur Ulama harta tidak hanya bersifat materi, tetapi juga termasuk manfaat dari suatu benda. Hal ini berbeda dengan Ulama Madzhab Hanafi yang berpendapat bahwa pengertian harta hanya bersifat materi, sedangkan manfaat termasuk kedalam pengertian milik. Oleh karena itu, ulama madzhab Hanfi berpendirian bahwa hak dan manfaat tidak bisa diwariskan, karena hak waris-mewariskan hanya berlaku dalam persoalan materi, sedangkan hak dan mafaat menurut mereka bukan harta. Sedangkan menurut Jumhur Ulama, hak waris-mewariskan itu tidak hanya yang menyangkut materi, tetapi juga berkaitan dengan hak dan manfaat, karena semua itu mengandung makna harta (materi), sesuai dengan sabda Rasulullah SAW;”Siapa yang wafat meninggalkan harta dan hak, maka (harta dan hak itu) menjadi milik ahli warisnya…(HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad bin Hanbal).
Pendapat Jumhur Ulama bahwa “orang yang merusaknya wajib menanggung”, memberi isyarat tentang pandangan mereka terhdap nilai (qimah) sesuatu. Artinya, setiap yang mempunyai nilai, maka mempunyai manfaat, sebab segala sesuatu yang mempunyai nilai pasti memberi manfaat. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak memiliki nilai dan manfaat tidak dipandang sebagai harta. Dengan demikian, bisa dipahami bahwa nilai merupakan sandaran sesuatu yang dipandang sebagai harta, dan nilai itu sendiri dasarnya adalah manfaat. Maka dapat disimpulkan bahwa manfaat merupakan asal dalam memberi nilai dan memandang sesuatu.
Apabila manfaat dikategorikan sebagai harta sebagaimana berlakunya sifat kehartaan kepada benda, maka terhadap manfaat juga belaku hak milik sebagaimana terhadap benda, selama pemanfaatannya tersebut dibolehkan menurut syara’.
Teori tentang harta di atas memberi kesimpulan bahwa hasil karya cipta (hak cipta) adalah pekerjaan dan merupakan harta yang bisa dimiliki baik oleh individu maupun kelompok.

4. Hukum Pembajakan Hak Cipta
Permasalahan mengenai Hak Cipta (HAKI) akan menyentuh berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri, sosial, budaya, dan aspek lainnya. Namun aspek terpenting jika dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah aspek hukum. Hukum diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang timbul berkaitan dengan Hak Cipta. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan Hak Cipta (HAKI). Dengan adanya perlindungan hukum terhadap hasil karya cipta, maka pencipta atau penerbit memiliki dan menguasai hasil karya ciptanya tersebut.
Dalam pasal 29 dan 30 UUHC dijelaskan, yang termasuk hak cipta adalah; buku, famplet, dan semua hasil karya tulis, drama, tari kreografi, segala bentuk seni rupa, seni batik, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, arsitektur, alat peraga, peta, terjemahan, saduran, tafsir, program computer, sinematografi, database, dan lain sebagainnya.
Dalam pasal selanjutnya, yakni pasal 49 ayat 1 UUHC dijelaskan bahwa; Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. Pada ayat 2 juga dijelaskan bahwa; Produser rekaman suara memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi. Kemudian dalam pasal 72 ayat 1 dijelaskan bahwa; Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 ayat 1 dan 2 dipidana dengan pidanan 1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000.00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000.00 (lima miliar rupiah). Dengan demikian, jelaslah bahwa pelanggaran terhadap hak cipta merupakan tindak kejahatan pidana yang bisa dikenai hukuman.
Dalam Islam, digariskan bahwa segala sesuatu yang diperoleh dengan cara yang sah (benar dan halal) seperti: harta yang diperoleh dari hasil kerja keras, harta yang diambil dari benda yang tidak bertuan, harta yang diambil atas dasar saling meridlai, harta yang diperoleh dari waris, wasiat, hibah, dan lain sebagainnya, adalah wajib dilindungi baik oleh individu maupun masyarakat. Dalam penjelasan terdahulu telah dijelaskan bahwa hak cipta atau hak intelektual adalah harta yang diperoleh dengan cara yang sah yaitu hasil kerja kreatif baik individu maupun kelompok, dalam hal ini Bahesti berpendapat bahwa kerja kreatif adalah sumber utama kepemilikan manusia . Oleh karena itu, hak cipta termasuk salah satu milik (kekayaan) yang harus dijaga baik oleh si pemilik maupun masyarakat.
Allah SWT berfirman; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta yang beredar di antara kamu dengan cara batil. Dalam ayat lain Allah SWT juga berfirman; Janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Darulqutni dari Anas Rasulullah SAW bersabda; Tidak halal harta milik orang muslim kecuali dengan kerelaan hatinya. Pencurian atau pembajakan dalam syari’at Islam berlaku hanya terhadap benda bergerak yang bermateri, sebab pencurian menuntut adanya syarat yang harus dipenuhi, yaitu benda yang dicuri berupa benda bergerak, dianggap sebagai harta (berharga), dihormati, memiliki tempat penyimpanan yang layak, dan penjagaan.
Dalam fiqh jinayat disepakati bahwa selain benda bergerak yang bermateri seperti benda-benda yang maknawi semacam hak (huquq), ciptaan (ibtikar) dalam berbagai bentuknya tidak cocok untuk dijadikan sebagai objek pencurian. Harta ini apabila telah menjadi bentuk materi seperti buku, kaset, cd, dan lain sebagainya, maka menjadi benda bergerak dan bermateri yang pantas untuk dijadikan sebagai objek pencurian. Oleh karena itu, kemungkinan terjadinya kejahatan terhadap hak cipta apabila sudah menjadi benda bergerak dan bermateri.
Luthfi as-Syaukanie berpendapat bahwa segala usaha yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain adalah haram untuk dilakukan. Pembajakan hak cipta dilarang oleh syara’ karena diqiyaskan dengan mengambilalih barang milik orang lain secara haram. Usaha seperti ini sama artinya dengan perbuatan mencuri, yaitu mencuri harta kekayaan yang berbentuk produk pemikiran. Menggandakan atau menjual hak cipta orang lain tanpa izin pencipta dianggap sebagai jenis usaha memperoleh harta kekayaan secara haram. Keharamannya terjadi karena karya cipta merupakan harta kekayaan yang dihasilkan dari kemampuan intelektual. Dengan kata lain, karya cipta adalah produk pemikiran yang menghasilkan uang.
M. Hutauruk berpendapat bahwa jual beli produk bajakan mengandung bahaya (dlarar), karena merugikan orang lain dan tidak mematuhi undang-undang. Bahaya itu bisa berwujud materi atau moral walaupun dari satu sisi kelihatannya seolah-olah menolong masyarakat banyak dengan harganya yang lebih murah. Bentuk kerugian itu di antaranya; Pertama, pembajak tidak menyadari dan menghargai jerih payah pencipta untuk menghasilkan karyanya yang telah menghabiskan waktu, tenaga, dan dana. Kedua, pembajak tidak mengakui jasa pencipta untuk kemajuan ilmu pengetahuan, kesusastraan, dan kesenian. Ketiga, pembajak tidak mengakui adanya jasa orang atau perusahaan/penerbit yang dengan penuh resiko menyediakan modal untuk menyiarkan, mencetak, dan memperbanyak karya cipta tersebut. Lebih dari itu, perusahaan atau percetakan harus membayar berbagai pajak dan royalty pencipta. Sedangkan pembajak, selain melakukan pembajakan mereka juga tidak membayar pajak royalty dari bajakannya tersebut sehingga selain merugikan pencipta dan perusahaan, pembajak juga telah merugikan negara. Aspek moral pembajakan terhadap hak cipta akan menghambat tumbuhnya kreativitas dalam berkarya karena keengganan para pencipta untuk bekerja menciptakan sebuah karya cipta baru. Hal ini tentunya akan sangat merugikan bagi perkembangan dan kemajuan ilmu penegtahuan dan masyarakat secara umum.
Namun demikian, tidak semua pembajakan dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap hak cipta. Dalam UUHC pasa 14 dan 15 dijelaskan bahwa; Tidak termasuk sebagai pelanggaran hak cipta apabila pengambilan atau perbanyakan sebuah ciptaan baik sebagian atau seluruhnya yang digunakan untuk; pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, pusat dokumentasi, dan lain sebagainnya yang bersifat non komersial. Namun demikian pengecualian ini tidak berlaku bagi program-program komputer.

C. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hak cipta termasuk harta yang bisa dimiliki secara sah, dan pemiliknya mempunyai hak penuh atas hartanya tersebut. Hal ini didasarkan pada; Pertama, hak cipta lahir dari hasil kerja keras yang dilakukan sang pencipta dalam mewujudkan ciptaannya. Kedua, cakupan harta dalam Islam tidak hanya terbatas pada yang berbentuk materi, tetapi juga termasuk manfaat dari suatu benda. Hal ini tercermin dalam pendapat jumhur ulama yang mendefinisikan harta sebagai segala sesuatu yang mempunyai nilai. Dalam teori hak Islam, hak cipta termasuk salah satu bagian (macam) dari hak al-Maliyah (hak kekayaan).
Oleh karena merupakan harta yang dimiliki secara sah, maka hak cipta merupakan harta yang dilindungi syara’. Dengan demikian, segala sesuatu yang bersifat merugikan, mendlalimi pemilik hak cipta tersebut adalah dilarang. Pembajakan terhadap hak cipta dilarang karena; Pertama, pembajakan berarti mengambil hak milik orang lain dengan cara batil. Kedua, pembajakan terhadap hak cipta telah merugikan bukan hanya materil tetapi juga moril si pemilik hak cipta, dan Negara. Ketiga, pembajakan akan menghambat kemajuan peradaban manusia karena menghambat tumbuhnya kreativitas dalam berkarya menciptakan sebuah karya cipta baru. Namun demikian, tidak semua pembajakan terhadap hak cipta dianggap sebagai tindakan batil, karena dengan alasan tertentu sebagaimana telah dijelaskan di atas pembajakan dibolehkan atau tidak dianggap sebagai tindak kejahatan.