Kamis, 05 Agustus 2010

ZAKAT, BISAKAH MENGENTASKAN KEMISKINAN???

Pendahuluan
Permasalahan mendasar yang dialami bangsa Indonesia adalah kemiskinan. Berdasarkan data resmi, angka kemiskinan di negara kita mencapai 36 juta jiwa, atau sekitar 16,4 persen dari total penduduk Indonesia(Data Biro Pusat Statistika, 2004). Sementara itu, angka pengangguran juga sangat tinggi, yaitu sekitar 28 juta jiwa, atau 12,7 persen dari total penduduk (Data Biro Pusat Statistika, 2002).
Sungguh ironis, mengingat Indonesia adalah sebuah negara yang dikaruniai kekayaan alam yang luar biasa, namun tidak termanfaatkan dengan baik, sehingga yang terjadi justru sebaliknya. Di mana-mana kita menyaksikan fenomena eksploitasi alam yang tidak terkendali. Hutan-hutan dibabat habis, sehingga menyebabkan kerugian negara yang mencapai 30 trilyun rupiah (3 milyar dolar AS) setiap tahunnya (Data Departemen Kehutanan RI, 2004). Yang terjadi adalah, semua kekayaan tersebut, terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok sehingga menciptakan kesenjangan yang luar biasa besarnya.
Keadaan semacam ini dinamakan kemiskinan struktural. Artinya, kemiskinan yang ada bukan disebabkan oleh lemahnya etos kerja, melainkan disebabkan oleh ketidakadilan sistem. Kemiskinan model ini sangat membahayakan kelangsungan hidup sebuah masyarakat, sehingga diperlukan adanya sebuah mekanisme yang mampu mengalirkan kekayaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat mampu (the have) kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu (the have not).
Dalam islam, mekanisme yang dimaksud adalah zakat. Hmm, bagaimanakah mekanisme tersebut berjalan?

Pembahasan
Berdasarkan kemampuan membayar zakat, masyarakat muslim dapat kita kelompokkan menjadi tiga golongan; pertama, golongan masyarakat Muzakki yaitu golongan masyarakat pembayar zakat. Kedua, golongan masyarakat non- Mustahik/Muzakki yaitu golongan yang bukan penerima ataupun pembayar zakat (golongan middle income). Ketiga, golongan masyarakat Mustahik yaitu golongan masyarakat penerima zakat.
Pada model konsumsi golongan Mustahik konsumsi sepenuhnya atau sebagian bersumber dari zakat. Disinilah fungsi pertama dari negara Islami untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup minimal (guarantee of a minimum level of living). Institusi negara yang bernama Baitul Mal-lah dalam konsep ekonomi Islam yang memiliki tugas menjalankan fungsi negara tersebut dengan mengambil kekayaan dari kelompok Muzakki untuk dibagikan kepada kelompok Mustahiq. Dengan tepenuhinya kebutuhan hidup minimal maka seluruh masyarakat Islam diharapkan akan menjalankan secara leluasa segala kewajibannya sebagai hamba Allah SWT, tanpa perlu ada hambatan-hambatan yang mungkin memang diluar kemampuannya.
Zakat memungkinkan perekonomian terus berjalan pada tingkat yang minimum. Akibat penjaminan konsumsi kebutuhan dasar oleh negara melalui Baitul Mal yang menggunakan akumulasi dana zakat.
Zakat memiliki pengaruh yang positif pada tingkat tabungan dan investasi. Peningkatan tingkat tabungan akibat peningkatan pendapatan akan menyebabkan tingkat investasi juga meningkat. Karena ada preseden bahwa zakat juga dikenakan pada tabungan yang mencapai batas minimal terkena zakat (nisab). Dengan tujuan mempertahankan nilai kekayaannya maka tentu investasi menjadi salah satu jalan keluar bagi para Muzakki, sehingga secara otomatis meningkatkan angka investasi secara keseluruhan. Dan investasi adalah bagian penting dalam pembangunan perekonomian sebuah bangsa. (baca : Monzer Kahf, The Performance of the institution of Zakah in Theory and Practice, hal. 5)
Selain itu implementasi konsep dan sistem zakat juga akan dapat mengurangi pengangguran dalam perekonomian melalui tiga mekanisme. Pertama, implementasi zakat itu sendiri membutuhkan tenaga kerja. Kedua, perubahan golongan mustahik yang awalnya tidak memiliki akses pada ekonomi menjadi golongan yang lebih baik secara ekonomi, yang tentu saja meningkatkan angka partisipasi tenaga kerja. Ketiga, multiflier effect munculnya usaha/industri pendukung yang akan menambah lapangan kerja (baca : F.R. Faridi, “A Theory of Fiscal Policy in an Islamic State, Readings in Public Finance in Islam, hal. 129-148.)
Nah, dari penjelasan di atas, jelaslah bagaimana mekanisme zakat berperan. Selain itu, faktor penting yang juga menjadi pendukung utama dalam mewujudkan zakat sebagai pilar perekonomian adalah wujudnya pelembagaan zakat yang amanah, professional, dan mandiri, agar dana zakat dapat disalurkan secara tepat, efisien dan efektif sehingga mencapai tujuan zakat itu sendiri seperti meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Penutup
Pertanyaannya sekarang adalah dapatkah zakat (yang dikelola LAZ atau BAZ) berjalan efektif (mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat/memenuhi guarantee of a minimum level of living), bila zakat hanya sekedar sebagai kegiatan ‘charity’saja???

Wallahu’alam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar