Kamis, 12 Agustus 2010

PASAR MODAL SYARI'AH

A. Pendahuluan
Pasar modal merupakan tonggak penting dalam perekonomian dunia saat ini. Banyak industri dan perusahaan yang menggunakan institusi ini sebagai media untuk menyerap investasi dan media untuk memperkuat posisi keuangannya. Pasar modal memiliki peran yang besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal maka pihak yang mempunyai kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return) sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Sebagaimana dipahami pengertian Pasar Modal menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 merupakan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek tersebut. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang.
Menurut Warkum Sumitro, pasar modal merupakan salah satu sarana untuk melakukan kegiatan investasi. Pasar modal sama seperti pasar pada umumnya, yaitu tempat bertemunya penjual dan pembeli dengan objek yang diperjualbelikan adalah hak kepemilikan perusahaan dan surat pernyataan utang perusahaan.
Sedangkan menurut Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhrudin, pada dasarnya pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang atau modal sendiri. Pada pasar modal, diperjualbelikan instrumen keuangan seperti saham, obligasi, waran, right, obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi (put atau call).
Dalam menjalankan fungsinya, pasar modal dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
  1. Pasar Perdana, adalah penjualan perdana efek atau penjualan efek oleh perusahaan yang menerbitkan efek sebelum efek tersebut dijual melaui bursa efek. Pada pasar perdana efek dijual dengan harga emisi, sehingga perusahaan yang menerbitkan emisi hanya memperoleh dana dari penjualan tersebut.
  2. Pasar Sekunder, adalah penjualan efek setelah penjualan pada pasar perdana berakhir. Pada pasar sekunder ini harga efek ditentukan berdasarkan kurs efek tersebut.
  3. Bursa Paralel, merupakan bursa efek yang ada. Bagi perusahaan yang menerbitkan efek yang akan menjual efeknya melalui bursa dapat dilakukan melalui bursa paralel. Bursa paralel merupakan alternative bagi perusahaan yang go public memperjualbelikan efeknya jika dapat memenuhi syarat yang ditentukan pada bursa efek
Praktek kegiatan ekonomi konvensional, khususnya dalam kegiatan pasar modal yang mengandung unsur spekulasi sebagai salah satu komponennya nampaknya masih menjadi hambatan psikologis bagi umat Islam untuk turut aktif dalam kegiatan investasi terutama di bidang pasar modal.
Perbedaan secara umum antara pasar modal konvensional dengan pasar modal syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar syariah. Secara umum konsep pasar modal syariah dengan pasar modal konvensional tidak jauh berbeda meskipun dalam konsep pasar modal syariah disebutkan bahwa saham yang diperdagangkan harus berasal dari perusahaan yang bergerak dalam sektor yang memenuhi kriteria syariah dan terbebas dari unsur ribawi, serta transaksi saham dilakukan dengan menghindarkan berbagai praktik spekulasi.

B. Sejarah Pasar Modal Syariah
Sejarah perkembangan industri keuangan syariah yang meliputi perbankan, asuransi dan pasar modal pada dasarnya merupakan suatu proses sejarah yang sangat panjang. Lahirnya Agama Islam sekitar 15 (lima belas) abad yang lalu meletakkan dasar penerapan prinsip syariah dalam industri keuangan, karena di dalam Islam dikenal kaidah muamalah yang merupakan kaidah hukum atas hubungan antara manusia yang di dalamnya termasuk hubungan perdagangan dalam arti yang luas.
Menurut Achsien (2000) pengembangan pertama indeks syariah dan equity fund seperti reksa dana adalah Amerika Serikat, setelah The Amana Fund diluncurkan oleh The North American Islamic Trust sebagai equity fund pertama di dunia tahun 1986, tiga tahun kemudian Dow Jones Index meluncurkan Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI).
Langkah awal perkembangan pasar modal syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah pada 25 Juni 1997 diikuti dengan diterbitkannya obligasi syariah pada akhir 2002, kemudian diikuti pula dengan hadirnya Jakarta Islamic Index (JII) pada Juli 2000. Instrumen-instrumen investasi syariah tersebut kemudian mengalami perkembangan sejalan dengan maraknya pertumbuhan bank-bank nasional yang membuka “window” syariah.
Kegiatan pasar modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM). UUPM tidak membedakan apakah kegiatan pasar modal tersebut dilakukan dengan prinsip-prinsip syariah atau tidak, dengan demikian berdasarkan UUPM kegiatan pasar modal Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan dapat pula dilakukan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Di lihat dari legal formalnya, pasar modal dengan prinsip-prinsip syariah Islam berdiri pada tanggal 14 Maret 2003. Semenjak ditandatanganinya Nota Kesepahaman antara Bapepam dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang dilanjutkan dengan Nota Kesepahaman antara DSN-MUI dengan SROs (Self Regulatory Organizations), setelah pada tanggal 3 Juli 2000, BEJ mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII).
Meskipun sampai saat ini peraturan yang bisa mengakomodasi penerapan prinsip syariah di pasar modal Indonesia belum ada, namun pada prinsipnya struktur pasar modal syariah sama dengan pasar modal konvensional. Beberapa hal yang sama antara lain konsep penerbitan obligasi, reksadana, dan lainnya, selama mengikuti prinsip-prinsip syariah.
Dalam perjalanannya, perkembangan pasar modal syariah di Indonesia telah mengalami kemajuan, sebagai gambaran setidaknya terdapat beberapa perkembangan dan kemajuan pasar modal syariah yang patut dicatat diantaranya adalah telah diterbitkan 6 (enam) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal. Adapun ke enam fatwa dimaksud adalah :

  1. No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham
  2. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah
  3. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah;
  4. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah;
  5. No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip syariah di Bidang Pasar Modal;
  6. No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah
Dengan diterbitkannya fatwa-fatwa yang berkaitan dengan pasar modal, telah memberikan dorongan untuk mengembangkan alternatif sumber pembiayaan yang sekaligus menambah alternatif instrumen investasi halal. Perkembangan pasar modal syariah saat ini ditandai dengan maraknya perusahaan yang listing di Jakarta Islamic Index (JII), penawaran umum Obligasi Syariah dan juga Reksadana Syariah.
Kinerja saham syariah yang terdaftar dalam JII mengalami perkembangan yang cukup mengembirakan. Hal ini terlihat dari kenaikan JII sebesar 38,60% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2003. Kapitalisasi pasar saham syariah yang terdaftar dalam JII juga meningkat signifikan, yaitu sebesar 46,06% dari Rp.177,78 triliun menjadi Rp.259,66 triliun pada akhir Desember 2004. Dengan keluarnya fatwa Obligasi Ijarah tahun 2004 telah mendorong sebanyak 7 (tujuh) emiten mendapat pernyataan efektif dari Bapepam untuk dapat menawarkan Obligasi Syariah Ijarah dengan total nilai emisi sebesar Rp.642 Miliar. Sehingga sampai dengan akhir 2004 ini, secara kumulatif terdapat 13 (tiga belas) obligasi syariah dengan total nilai emisi sebesar Rp.1,38 triliun. Hal ini berarti bahwa jumlah obligasi syariah telah tumbuh sebesar 116,67% dan nilai emisi obligasi syariah tumbuh sebesar 86,7% jika dibandingkan dengan akhir tahun 2003. Reksadana syariah juga tumbuh sangat mengesankan, sebelumnya pada tahun 2003 hanya ada 3 (tiga) reksa dana syariah yang efektif, kemudian bertambah secara kumulatif menjadi 10 (sepuluh) reksa dana syariah sampai dengan akhir 2004 .
Bapepam juga telah membentuk unit khusus yang membawahi pengembangan kebijakan pasar modal syariah pada Oktober 2004 yang lalu. Pembentukan unit khusus ini dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah serta melihat tantangan yang semakin besar untuk mengatur dan mengawasi kegiatan pasar modal syariah yang semakin berkembang .


C. Prinsip Pasar Modal Syariah
Dalam ajaran Islam, bahwa kegiatan berinvestasi dapat dikategorikan sebagai kegiatan ekonomi yang termasuk kegiatan muamalah yaitu suatu kegiatan yang mengartur hubungan antar manusia. Sementara itu berdasarkan kaidah Fikih, bahwa hukum asal dari kegiatan muamalah itu adalah mubah (boleh) yaitu semua kegiatan dalam pola hubungan antar manusia adalah mubah (boleh) kecuali yang jelas ada larangannya (haram). Ini berarti ketika suatu kegiatan muamalah yang kegiatan tersebut baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam ajaran Islam maka kegiatan tersebut dianggap dapat diterima kecuali terdapat implikasi dari Al Qur’an dan Hadist yang melarangnya secara implisit maupun eksplisit.


1. Konsep Dasar Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia
Apabila kita melihat dalam Al Qur’an dan Hadist sebagai sumber utama ajaran Islam maka kita dapat melihat beberapa ketentuan mengenai hal tersebut :
“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS 2;275)

“Hai orang yang beriman, jaunganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…” (QS 4;29)

“Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu…” (QS 5;1)

“Rasulullah saw melarang jual beli (yang mengandung) gharar” (HR Al Baihaqi dari Ibnu Umar).

“Tidak boleh menjual sesuatu hingga kamu memiliki” (HR Baihaqi dari Hukaim bin Hizam)

Berdasarkan Al-Qur’an, Hadist dan pendapat para ahli fiqh (ajaran islam), sesuatu yang dilarang atau diharamkan adalah:
  1. Haram karena bendanya (zatnya). Pelarangan kegiatan muamalah ini disebabkan karena benda atau zat yang menjadi objek dari kegiatan tersebut berdasarkan ketentuan al Qur’an dan Hadist telah dilarang/diharamkan. Benda-benda tersebut, antara lain : (1) Babi,(2) Khamr (minuman keras), (3) Bangkai binatang, (4) Darah.
  2. Haram selain karena bendanya (zatnya). Pengertian dari pelarangan atas kegiatan ini adalah suatu kegiatan yang objek dari kegiatan tersebut bukan merupakan benda-benda yang diharamkan karena zatnya artinya benda-benda tersebut benda-benda yang dibolehkan (dihalalkan). Akan tetapi benda tersebut menjadi diharamkan disebabkan adanya unsur : Tadlis, Taghrir/ Gharar, Riba, Ikhtikar dan Bay Najash.
  3. Tidak sahnya akadnya.Seperti halnya dengan pengharaman disebabkan karena selain zatnya maka pada kegiatan ini benda yang dijadikan objeknya adalah benda yang berdasarkan zatnya dikategorikan halal (dibolehkan) tetapi benda tersebut menjadi haram disebabkan akad atau penjanjian yang menjadikan dasar atas transaksi tersebut dilarang/diharamkan oleh ajaran Islam.



2. Bentuk-Bentuk Akad (Perjanjian) Dalam Islam
Akad dalam bahasa Arab artinya perikatan atau perjanjian atau pemufakatan. Adapun pengertian berdasarkan fiqh maka Akad adalah pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan kabul (pernyataan menerima ikatan), sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan . Berdasarkan pengertian tersebut maka akad adalah suatu perbuatan hukum yang melibatkan kedua belah pihak atau lebih, yang melakukan perjanjian. Ajaran Islam menekankan bahwa semua transaksi yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih, tidak boleh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak syariat (hukum Islam).
Oleh karena itu akad menurut ajaran Islam adalah sesuatu yang penting. Hal ini disebabkan akad boleh dikatakan akan terjadi dalam setiap kegiatan yang ada hubungan dengan muamalah. Kita akan menemukan penggunaan akad-akad yang sama di berbagai kegiatan ekonomi seperti perbankan, asuransi maupun pasar modal. Akad yang sering dilakukan di masyarakat adalah : Al Bay (Jual Beli, perdagangan, perniagaan). Para Ulama mengistilahkan menjadi : tukar menukar harta atas dasar saling ridha . Adapun yang menjadi objek dari pertukaran dapat berupa Ayn dan Dayn. Ayn adalah benda-benda yang berupa real asset berupa barang maupun termasuk pula jasa dan bisnis. Sedangkan pengertian dayn adalah financial asset yaitu berupa uang dan surat berharga.
Pertukaran antara ayn dengan ayn labih dikenal dengan istilah barter. Ajaran Islam mengatur bahwa barter dapat dibolehkan untuk benda-benda yang berlainan jenis, misalnya barter yang sering dilakukan oleh masyarakat pedesaan berupa beras dengan hasil pertanian lain. Sedangkan bagi benda yang sejenis tidak diperbolehkan kecuali secara kasat mata benda tersebut sejenis tetapi memiliki mutu yang berbeda serta memuhi persyaratan tertentu.
Sedangkan yang lazim dilakukan di masyarakat modern adalah pertukaran antara ayn dengan dayn. Beberapa akad yang terjadi dari pertukaran ini antara lain: Tunai/ Naqdan, Murabahah, Salam, Istishna, Ijarah, Ju’alah.
Disamping kegiatan pertukaran, kita pun mengenal kegiatan percampuran. Pengertian dari percampuran andalah suatu akad antara dua atau lebih pihak yang bertujuan untuk bekerja sama melakukan suatu kegiatan bisnis dimana masing-masing pihak melakukan menyerahkan sejumlah dana atau jasa. Bentuk-bentuk akad untuk kegiatan percampuran tersebut adalah : Mudharabah dan Musyarakah.
Akad-akad tersebut diatas, akan selalu kita temui dalam kegiatan investasi syariah di pasar modal. Hal tersebut dikarenakan selain terjadi pertukaran (al bay-jual-beli) di pasar modal pun kita mengenal suatu kegiatan percampuran misalnya yang terjadi di penerbitan saham suatu perusahaan. Regulasi mengenai akad yang digunakan dalam penerbitan efek syariah di atur dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : KEP- 131/BL/2006 Tentang Akad-Akad yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah Di Pasar Modal.

3. Fatwa DSN yang Mengatur Tentang Kegiatan Investasi Syariah
Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa terdapat karekteristik tersendiri dalam melakukan investasi syariah, termasuk juga di sektor pasar modal. Batasan tersebut adalah berupa kesesuaian suatu produk investasi atas prinsip-prinsip ajaran Islam. Dewan Syariah Nasional (DSN) suatu lembaga dibawah MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dibentuk tahun 1999 telah megeluarkan ketentuan mengenai kegiatan investasi di pasar modal syariah. Ketentuan tersebut dituangkan kedalam beberapa fatwa MUI tentang kegiatan investasi yang sesuai syariah ke dalam produk-produk investasi di Pasar Modal Indonesia.
Fatwa DSN Nomor : 40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah Di Bidang Pasar Modal , telah menentukan tentang kriteria produk-produk investasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Pada intinya, produk tersebut harus mememuhi syarat, antara lain :
1) Jenis Usaha, produk barang dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan Emiten tidak merupakan usaha yang dilarang oleh prinsip-prinsip Syariah, antara lain :
a. Usaha perjudian atau permaian yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b. Lembaga Keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
c. Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman haram.
d. Produsen, distributor, dan/atau penyedia barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
2) Jenis transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang didalamnya mengandung unsur :
a. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
b. Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang belum dimiliki (short selling);
c. Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;
d. Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
e. Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah tersebut; dan
f. Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu Efek Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain;
g. Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas.

D. Pengembangan Pasar Modal Syariah
Dengan adanya berbagai ketentuan dan pandangan syariah seperti diatas, maka investasi tidak dapat dilakukan terhadap semua produk pasar modal karena diantara produk pasar modal itu banyak yang bertentangan dengan syari’ah. Oleh karena itu investasi di pasar modal harus dilakukan dengan selektif dan dengan hati-hati (ihtiyat) supaya tidak masuk kepada produk non halal. Sehingga hal inilah yang mendorong islamisasi pasar modal.
Menurut metwally (1995) fungsi dari keberadaan pasar modal syariah :
  1. Memungkinkan bagi masyarakat berpartispasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
  2. Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna mendapatkan likuiditas
  3. Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan lini produksinya
  4. Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional
  5. Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.

Sedangkan karakteristik yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah menurut Metwally, (1995) adalah sebagai berikut :
1) Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek
2) Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan dimana saham dapat diperjualbelikan melalui pialang
3) Semua perusahaan yang mempunyai saham yang dapat diperjualbelikan di Bursa efek diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan (account) keuntungan dan kerugian serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari 3 bulan
4) Komite manajemen menerapkan Harga Saham Tertinggi (HST) tiap-tiap perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali
5) Saham tidak boleh diperjual belikan dengan harga lebih tinggi dari HST
6) Saham dapat dijual dengan harga dibawah HST
7) HST diterapkan dengan rumus seperti berikut :
HST = Jumlah Kekayaan Bersih Perusahaan
Jumlah Saham Yang Diternitkan
Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah
8) Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu periode perdagangan setelah menentukan HST
9) Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan, dan dengan harga HST
Bentuk ideal dari pasar modal syariah dapat dicapai dengan islamisasi empat pilar pasar modal, yaitu; (a) Emiten (perusahaan) dan efek yang diterbitkannya didorong untuk memenuhi kaidah syariah, keadilan, kehati-hatian dan transparansi; (b) Pelaku pasar (investor) harus memiliki pemahaman yang baik tentang ketentuan muamalah, manfaat dan risiko transaksi di pasar modal; (c) Infrastruktur informasi bursa efek yang jujur, transparan dan tepat waktu yang merata di publik yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar; (d) Pengawasan dan penegakan hukum oleh otoritas pasar modal dapat diselenggarakan secara adil, efisien, efektif dan ekonomis. Selain itu prinsip-prinsip Syariah juga akan memberikan penekanan (emphasis) pada: (a) Kehalalan produk/jasa dari kegiatan usaha, karena menurut prinsip Syariah manusia hanya boleh memperoleh keuntungan atau penambahan harta dari hal-hal yang halal dan baik; (b) Adanya kegiatan usaha yang spesifik dengan manfaat yang jelas, sehingga tidak ada keraguan akan hasil usaha yang akan menjadi obyek dalam perhitungan keuntungan yang diperoleh; (c) Adanya mekanisme bagi hasil yang adil-baik dalam untung maupun rugi menurut penyertaan masing-masing pihak; dan (d) Penekanan pada mekanisme pasar yang wajar dan prinsip kehati-hatian baik pada emiten maupun investor.


E. Struktur Pasar Modal Indonesia
Adapun struktur pasar modal Indonesia adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Struktur pasar modal

Sumber : www.bapepam.go.id

Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pasar modal adalah :
1. Emiten
Emiten adalah badan usaha (perseroan terbatas) yang menerbitkan saham untuk menambah modal atau menerbitkan obligasi untuk mendapatkan pinjaman kepada para investor di Bursa Efek.
2. Perantara Emisi yang meliputi
a. Penjamin Emisi
Penjamin emisi adalah perantara yang menjamin penjualan emisi, sehingga apabila dari emisi wajib membeli (setidak-tidaknya sementara waktu sebelum laku) agar kebutuhan dana yang diperlukan emiten terpenuhi sesuai rencana.
b. Akuntan Publik
Akuntan publik berfungsi untuk memeriksa kondisi keuangan emiten dan memberikan pendapat apakah laporan keuangan yang telah dikeluarkan emiten wajar atau tidak.
c. Perusahaan Penilai
Perusahaan Penilai berfungsi untuk memberikan penilaian terhadap emiten, apakah nilai aktiva emiten sudah wajar atau tidak.
3. Badan Pelaksana Pasar Modal
Badan Pelaksana Pasar Modal adalah badan yang mengatur dan mengawasi jalannya pasar modal, termasuk mencoret emiten (delisting) dari lantai bursa, memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan pasar modal. Di Indonesia Badan Pelaksana Pasar Modal adalah Bapepam (Badan Pengawas dan Pelaksana Pasar Modal).
4. Bursa Efek
Bursa Efek merupakan tempat diselenggarakannya kegiatan perdagangan efek pasar modal yang didirikan oleh suatu badan usaha. Di Indonesia terdapat dua Bursa Efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dikelola PT Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang dikelola oleh PT Bursa Efek Surabaya.
5. Perantara Perdagangan Efek
Efek yang diperdagangkan dalam bursa hanya boleh ditransaksikan melaui perantara, yaitu makelar (broker) dan komisioner.
a. Makelar adalah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan orang lain dengan memperoleh imbalan.
b. Komisioner adalah pihak yang melakukan pembelian dan penjualan efek untuk kepentingan sendiri atau orang lain dengan memperoleh imbalan.
6. Investor
Investor adalah pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk efek di bursa dengan membeli atau menjual kembali efek tersebut.

Dalam kerangka kegiatan pasar modal syariah selain lembaga-lembaga tersebut di atas, terdapat Dewan Syariah Nasional yang berfungsi sebagai pusat referensi (reference center) atas semua aspek-aspek syariah yang ada dalam kegiatan pasar modal syariah. DSN bertugas memberikan fatwa-fatwa sehubungan dengan kegiatan emisi, perdagangan, pengelolaan portofolio efek-efek syariah dan kegiatan lain yang berhubungan dengan efek syariah . DSN adalah pihak yang otonom dan independen dan berhak mengatur mekanisme pasar modal syariah. DSN teridiri dari para ahil profesional, sehingga memiliki kapabilitas dan independen. Selain itu, DSN juga berhak menentukan isi suatu saham apakah halal atau sebaliknya. Sedangkan aturan transaksi, saat ini Bapepam dan DSN menargetkan aturan terperinci transaksi dan mekanisme perdagangan syariah. Pasalnya, ada hal-hal yang biasa dilakukan di pasar modal konvensional seperti penggorengan saham, short selling, dan margin trading tidak diperkenankan di pasar modal syariah.

F. Mekanisme transaksi
Dalam konteks pasar modal syariah, menurut Alhabshi, idealnya pasar modal syariah itu tidak mengandung transaksi ribawi, transaksi yang meragukan (gharar), dan saham perusahaan yang bergerak pada bidang yang diharamkan. Pasar modal syariah harus bebas dari transaksi yang tidak beretika dan amoral, seperti manipulasi pasar, transaksi yang memanfaatkan orang dalam (insider trading), menjual saham yang belum dimiliki dan membelinya belakangan (short selling).
Sementara itu Obaidullah mengemukakan etika di pasar modal syariah, yaitu setiap orang bebas melakukan akad (freedom contract) selama masih sesuai syariah, bersih dari unsur riba (freedom from al-riba), gharar (excessive uncertainty), al-qimar/judi (gambling), al-maysir (unearned income), manipulasi dan kontrol harga (price control and manipulation), darar (detriment) dan tidak merugikan kepentingan publik (unrestricted public interest), juga harga terbentuk secara fair (entitlement to transact at fair price) dan terdapat informasi yang akurat, cukup dan apa adanya (entitlement to equal, adequate, and accurate infromation).
Inti dari apa yang disebutkan oleh Alhabshi dan Obaidullah tersebut adalah pasar modal syariah harus membuang jauh-jauh setiap transaksi yang berlandaskan spekulasi. Inilah bedanya dengan pasar modal konvensional yang meletakkan spekulasi saham sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan. Meskipun dalam kasus-kasus tertentu seperti insider trading dan manipulasi pasar dengan membuat laporan keuangan palsu dilarang dalam pasar modal konvensional.
Irfan Syauqi menjelaskan perihal spekulasi ini, pertama, spekulasi hakikatnya bukanlah kegiatan investasi, kedua, spekulasi menyebabkan peningkatan pendapatan bagi sekelompok masyarakat tanpa memberikan konstribusi apapun baik yang bersifat positif maupun produktif, ketiga, spekulasi merupakan sumber penyebab krisis keuangan, dan keempat, spekulasi datang dari mental “ingin cepat kaya”.
Dalam mekanisme transaksi produk pasar modal syariah, Irfan Syauqi mengemukakan wacana bahwa transaksi pembelian dan penjualan saham tidak boleh dilakukan secara langsung. Dalam pasar modal konvensional investor dapat membeli atau menjual saham secara langsung dengan menggunakan jasa broker atau pialang. Keadaan ini memungkinkan bagi para spekulan untuk mempermainkan harga. Akibatnya perubahan harga saham ditentukan oleh kekuatan pasar bukan karena nilai intrinsik saham itu sendiri. Menurut Irfan Syauqi hal ini dilarang dalam Islam. Untuk itu dalam proses perdagangan saham, emiten memberikan otoritas kepada agen di lantai bursa, selanjutnya agen tersebut bertugas untuk mempertemukan emiten dengan calon investor tetapi bukan untuk menjual dan membeli saham secara langsung. Kemudian saham tersebut dijual/dibeli karena sahamnya memang tersedia dan berdasarkan prinsip first come - first served.
Perkembangan harga saham dalam pasar modal konvensional sudah lepas dari nilai instrinsiknya yang dipicu oleh transaksi spekulatif, juga muncul dari keinginan para pelaku pada umumnya agar harga saham terus meningkat.
Dalam perdagangan obligasi syariah, menurut Muhammad Gunawan tidak boleh diterapkan harga diskon atau harga premium yang lazim dilakukan pada obligasi konvensional. Prinsip transaksi obligasi syariah adalah al-hawalah (transfer service atau pengalihan piutang dengan tanggungan bagi hasil), sehingga jual beli obligasi syariah hanya boleh pada harga nominal pelunasan jatuh tempo obligasi.
Sedangkan untuk perdagangan Reksa Dana Syariah, manajer investasi menawarkan kepada pembeli Reksa Dana Syariah yang bersifat jangka pendek di pasar uang dan Reksa Dana Syariah jangka panjang di pasar saham. Misalnya Danareksa Syariah mengalokasikan 80% investasinya di saham dan 20% di pasar uang atau surat utang. Keuntungan yang diperoleh investor dalam Reksa Dana Syariah ini sangat bergantung pada bagaimana manajer investasi menginvestasikan dana yang dikelolanya.

G. Indeks Syariah atau Jakarta Islamic Index (JII)
Untuk bisa masuk dalam JII antara lain perusahaan tidak mencakup hal-hal yang dilarang dalam syariah islam meliputi :
1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
3. Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram;
4. Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.

Sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam menentukan kriteria saham-saham emiten yang menjadei komponen dari Jakarta Islamic Index tersebut adalah :
1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip hukum syari’ah dan sudah tercatat lebih dari tiga bulan (kecuali bila termasuk di dalam saham-saham sepuluh berkapitalisasi besar).
2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahunan berakhir yang memiliki kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90%
3. Memilih 60 saham dari susunan di atas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir
4. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan selama satu tahun terakhir.
Pengkajian ulang akan diulang 6 bulan sekali dengan penentuan komponen indeks awal bulan januari dan juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitor secara terus menerus berdasarkan data publik dan media. Indeks harga saham setiap hari dihitung menggunakan harga terakhir yang terjadi di bursa.

Gambar 2. Proses Penyaringan Emiten JII
Seleksi Syariah
Emiten tidak menjalankan usaha perjudian/permintaan yang tergolong judi, dan perdagangan yang dilarang
Bukan merupakan lembaga keuangan konvensional
Tidak memproduksi, mendistribusikan serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram
Bukan usaha yang memproduksi, mendistribusikan serta menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat



Seleksi Kapitalisasi
Proses ini menyaring 60 saham dengan nilai kapitalisasi pasar tertinggi di BEJ



Seleksi Nilai Volume Transaksi
Proses ini menyaring 30 saham dengan nilai transaksi rata-rata tertinggi harian di BEJ



PROSES EVALUASI EMITEN SETIAP 6 BULAN SEKALI
Sumber : Heri Sudarsono (2007:195)

H. Kesimpulan
Perkembangan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan kemajuan yang sama yang telah dicapai oleh sektor perbankan. Kenyataan lain adalah bahwa hingga saat ini, jumlah pemodal yang melakukan investasi di pasar modal khususnya yang berbasis syariah masih tergolong minim, walaupun kegiatan investasi syariah dimaksud telah lama diperkenalkan di Indonesia yaitu dengan diterbitkannya instrumen reksa dana syariah pada pertengahan tahun 1997. Disamping itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui organnya yaitu Dewan Syariah Nasional (DSN) juga telah mengeluarkan sejumlah fatwa DSN-MUI berkaitan dengan kegiatan investasi syariah di pasar modal Indonesia.
Berdasarkan kaidah Fikih, kegiatan investasi dikategorikan sebagai kegiatan muamalah yaitu suatu kegiatan yang mengatur hubungan antar manusia, yang hukum asalnya adalah mubah (boleh) yaitu semua kegiatan dalam pola hubungan antar manusia adalah mubah (boleh) kecuali yang jelas ada larangannya (haram).
Kriteria produk-produk investasi yang sesuai dengan ajaran Islam, antara lain : Jenis usaha, produk barang dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan Emiten tidak merupakan usaha yang dilarang oleh prinsip-prinsip Syariah, dan jenis transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang didalamnya mengandung unsur najsy, bai’ al-ma’dum, insider trading, menimbulkan informasi yang menyesatkan, margin trading, ihtikar.













DAFTAR PUSTAKA


Abdullah Al Mushlih dan Shalah Ash-Shawi, Bunga Bank Haram Menyikapi Fatwa MUI Menuntaskan Keragaman Umat, Cet. 1 (Jakarta: Darul Haq, 2001).
Dewan Syariah Nasional, (2003), Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta (Bank Indonesia-Dewan Syariah Nasional : Edisi 2).
E.A. Koetin, Analisis Pasar Modal, (Jakarta: Pustaka Sinar, 1993).
Imam Santoso, Lc, (2003), Fiqh Muamalah, cetakan1, Pustaka Tarbiatuna, Jakarta.
Iggi H. Achsien (2000), Investasi Syariah Di Pasar Modal, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep- 131/Bl/2006 Tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah Di Pasar Modal
M Ali Hasan, (2003), Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam; Fiqh Muamalah, cetakan 1, Rajawali Pers, Jakarta.
Matewally, (1995), Teori Dan Praktek Ekonomi Islam, Bangkita Daya Insani, Jakarta.
Muhammad Obaidullah, Ethics and Efficiency in Islamic Stock Markets, International Journal of Islamic Financial Services, Volume 3, No. 2 Juli – September 2001, hal. 3-6.
Nurul huda dan Mustafa Edwin nasution, (2007), Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia Pendekatan Tanya Jawab (Jakarta: Salemba Empat, 2001) Ed. 1.
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004) Cet. 4.
Muhammad Gunawan, Bagaimana Seharusnya Obligasi Syariah, Republika Online 7 Oktober 2002.
M-WEB Finance, Reksa Dana Syariah, Bagi yang Anti Riba, yang dipublikasikan kembali oleh Danareksa.Com 6 Mei 2002
Irfan Syauqi Beik, Prinsip Pasar Modal Syariah, dalam //www.pesantrenvirtual.com/ekonomi/001.shtml. hal.1
Syed Othman Alhabshi, Towards an Islamic Capital Market, hal. 3 http://vlib.unitarklj1.edu.my/staff-publications/datuk/Nst19feb93.pdf
www.jsx.co.id
www.bapepam.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar