Kamis, 12 Agustus 2010

SEJARAH PERADABAN ISLAM


1.       Pendahuluan
Secara bahasa, kata “peradaban” berasal dari bahasa Arab al-hadlarah atau al-madaniyah, atau dalam bahasa Inggris civilization sering juga dipersamakan dengan al-tsaqofah, culture atau kebudayaan.
Budaya dapat diartikan sebagai sebuah kerangka pikir yang menjelaskan tentang keyakinan, perilaku, pengetahuan, nilai-nilai yang kesemuanya itu membentuk suatu pandangan hidup sekelompok orang. Sebagian ahli mengartikan kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Selanjutnya, studi mengenai budaya pada dasarnya adalah studi tentang manusia bukan dalam kedudukannya sebagai individu melainkan sebagai kelompok, artinya fenomena dalam studi budaya adalah fenomena kolektif bukan fenomena individual.
Menurut Mohamad Nurhakim (2004,4) peradaban adalah bentuk kebudayaan yang paling ideal dan puncak sehingga menunjukkan keadaban (madaniyah), kemajuan (taqaddun), dan kemakmuran (umran) suatu masyarakat. Jika kebudayaan bersifat konsep-konsep abstrak seperti sains murni, maka peradaban lebih dari itu sebagai hasil penerapannya seperti teknologi dan produk-produknya. Semenatara itu jika kebudayaan merupakan ekspresi-ekspresi subjektif dan partikular (individual) seperti kepercayaan, filsafat, seni, bahasa, adat dan agama, maka peradaban bersifat objektif dan universal, seperti ekonomi, persenjataan dan politik.
Membahas sejarah perkembangan peradaban  islam yang sangat panjang dan luas tidak akan terlepas dari pembahasan Muhammad sebagai sosok sentral peletak dasar-dasar peradaban Islam. Makalah ini akan membahas bagaimana Nabi Muhammad SAW membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, menjadi bangsa yang maju. 

2.       Pembahasan
Jazirah merupakan suatu kawasan strategis diantara dua benua, Asia dan Afrika. Sebagian besar dikelilingi oleh sungai-sungai dan lautan sehingga terlihat seperti jazirah (pulau). Faktanya, di sebelah barat daerah Arab dibatasi oleh Laut Merah, disebelah timur oleh Teluk Persia, sungai Tigris dan sungai Euphraat, sebelah selatan dibatasi oleh Lautan Hindia, dan sebelah utara oleh Sahara Tiih.
Kondisi sosial politik jazirah Arab sebelum Islam pada dasarnya terpecah-pecah, tidak mengenal kepemimpinan sentral. Kepemimpinan didasarkan pada suku-suku atau kabilah-kabilah guna mempertahankan diri dari serangan suku-suku lain. Ikatan-ikatan sosial dibuat berdasarkan hubungan darah dan kepentingan mempertahankan diri. Ikatan-ikatan seperti itu sering memunculkan fanatisme jahiliyah. Kondisi sosial dan moral masyarakat Arab Jahiliyah menempatkan perempuan pada posisi yang rendah. Perempuan identik dengan komoditas yang dapat diperdagangkan. Struktur masyarakat Arab juga mengikuti sistem perbudakan. Para budak dipekerjakan sekehendak majikan dan dapat diperjualbelikan. Perbedaan kasta bangsawan dan rakyat jelata sangat jelas, hubungan sosial ditentukan oleh ikatan darah dan emosi, bukan ikatan-ikatan kemanusiaan dan keagamaan.
Menurut Jaih Mubarok (2004,24) cirri-ciri utama tatanan Arab sebelu Islam adalah :
1.        Menganut faham kesukuan (qabilat)
2.        Memiliki tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas, faktor keturunan lebih penting daripada kemampuan
3.        Mengenal hierarki sosial yang kuat
4.        Kedudukan perempuan cenderung direndahkan
Mayoritas Bangsa Arab menyembah berhala, kecuali penganut agama Yahudi dan Nasrani. Selain itu mereka menyembah matahari, bintang, pohon-pohon, yang dianggap keramat. Demi kepentingan peribadatannya Bangsa Arab memiliki 360 berhala, yang terbesar disebut Hubal, dibawahnya Manat, Latta, dan kemudian Uzza.
Menurut K.H. Moenawir Chalil (2001,48), pemeliharaan Ka’bah pada masa pra Islam sebagai berikut : “……… pada masa pemerintahan Qushayyi telah dibangun enam majlis, pada jaman pemerintahan Abdul Manaf ditambah beberapa majlis lagi, kemudian ketika pemerintahan berada pada tangan Hasyim ditambah beberapa majlis lagi sehingga jumlahnya menjadi lima belas majlis yang masing-masing dipimpin oleh golongan ketua Quraisy. Adapun nama-nama majlis tersebut adalah sebagai berikut :
1.       As-Siqayah adalah majlis yang mengurus semua urusan air minum, terutama untuk jama’ah haji yang datang dari luar negeri.
2.       Ar-Rifadah adalah majlis yang mengurus semua urusan makanan, terutama jamuan untuk jama’ah haji yang datang dari luar negeri.
3.       Al-Imarah adalah majlis yang memelihara kehormatan Ka’bah di Masjidil Haram dan menjaga ketentramannya.
4.       As-Sidanah adalah majlis yang mengurus keamanan rumah suci Ka’bah dan yang memelihara (memegang) kuncinya.
5.       An-Nadwah adalah majlis yang mengurus urusan ketatanegaraan.
6.       Al-Musyawarah adalah majlis untuk berkumpulnya segenap ketua dan pemuka Quraisy.
7.       Al-Asynaq adalah majlis yang mengurus tanggungan jiwa dan tanggungan harta benda.
8.       Al-Qubbah adalah majlis yang mengurus genderang perang.
9.       Al-A’innah adalah majlis yang mengurus pasukan berkuda dan kendaraan untuk berperang.
10.    As-Sifarah adalah majlis yang mengurus perwakilan pemerintah untuk membuat perdamaian dengan bangsa lain.
11.    Al-Aisar adalah majlis yang mengurus urusan panah-panah suci yang digunakan untuk undian yang dilakukan di muka berhala.
12.    Al-Amwalul Muhajjah adalah majlis yang mengurus urusan harta yang dikumpulkan untuk kepentingan rumah suci dan berhala.
13.    Al-Iqabah adalah majlis yang mengurus bendera kaum quraisy yang akan dikeluarkan dan dikibarkan apabila mereka akan berperang.
14.    Al-Khizanah adalah majlis yang mengurus perbendaharaan negara.
15.    Al-Qiyadah adalah majlis yang mengurus urusan pimpinan perang atau urusan ketentaraan atau kepolisian………….”.
Nabi Muhammad dilahirkan pada 12 Rabi’ul Awwal  571 M dari salah satu keluarga terkemuka di Mekkah, menjadi yatim piatu pada usia yang masih sangat muda, kemudian diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib. Setelah sang kakek wafat, Muhammad diasuh oleh seorang paman beliau, Abu Thalib, yang melakukan perdagangan dengan kafilah. Kemudian pada saat usianya menginjak 25 tahun menjadi wakil niaga seorang janda bernama Khadijah RA yang kemudian diperistrikan, dan menghasilkan putra putri.
Muhammad dikenal sebagai seorang yang terpercaya, sehingga Ia diberi gelar Al-Amin. Selain berhasil memecahkan permasalahan peletakan Hajar Aswad,  Muhammad juga memprakarsai berdirinya komite perdamaian antar kaum muda yang disebut Hilf al-Fuzul.
Muhammad diangkat menjadi Rosul pada usia 40 tahun, di Gua Hira, dengan turunnya wahyu pertama Surat Al-Alaq ayat 1-5. Dalam pendekatan historis, kehidupan Rasulullah di Mekkah dibagi ke dalam beberapa periode : periode semenjak pelantikan hingga kegiatan da’wah Darul Arqom, periode Darul Arqom sampai dengan Umar Ibn Khattab memeluk Islam, dan kegiatan da’wah secara terang-terangan.
Sangat sedikit pengikut yang dapat direkrut pada periode awal da’wah Rasulullah. Terdapat pemuka masyarakat seperti Khadijah, Ali Ibn Abi Thalib, Zaid Ibn Haritsah dan Abu Bakar Al-Shiddieq. Terdapat pula golongan yang tidak memiliki status sosial seperti Bilal, Khubab, Ammar Ibn Yasir.
Da’wah Rasul pertama kali di Mekkah adalah memperkenalkan Allah Yang Maha Esa (Tauhid). Ajaran tauhid ini tidak terbatas pada tataran konsep saja, tetapi tetapi tauhid yang fungsional dan aplikatif. Aritnya, setelah seseorang beriman kepada Allah maka keimanan tersebut diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam perjuangan membela agama Allah.
Tahapan-tahapan da’wah nabi sangat jelas. Dimulai dari keluarga, masyarakat sekitar, selain itu juga da’wah Nabi menggunakan potensi manusia secara efektif seperti pendanaan da’wah diserahkan kepada sahabat yang memiliki kekayaan berlebih, dan seterusnya.
Banyak cara yang ditempuh kaum Quraisy untuk mencegah da’wah Nabi Muhammad, dimulai dengan cara-cara diplomatik dan bujuk rayu, sampai kekerasan secara fisik dan mental. Sampai pada akhirnya kaum Quraisy menolak segala bentuk hubungan dengan Bani Hasyim dan Muthallib. Adapun bunyi undang-undang pemutusan hubungan/pemboikotan menurut K.H. Moenawar Chalil (2001,327) adalah sebagai berikut :
1.       Muhammad dan kaum keluarganya serta kaum pengikutnya tidak diperkenankan menikah dengan orang-orang Quraisy yang lain, baik yang laki-laki maupun yang perempuan.
2.       Kaum Quraisy tidak diperkenankan berjual beli barang apa saja dengan Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya.
3.       Kaum Quraisy tidak diperkenankan menjalin persahabatan atau pergaulan dengan Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya.
4.       Kaum Quraisy tidak diperkenankan mengasihi dan menyayangi Muhammad dan keluarganya serta pengikutnya.
5.       Undang-undang yang telah ditetapkan ini, sesudah ditulis dan digantungkan di dalam Ka’bah, ditetapkan sebagai undang-undang suci kaum Quraisy dan keluarga Muhammad serta pengikutnya.
6.       Undang-undang ini berlaku selama Bani Hasyim dan Bani Muthallib belum menyerahkan Muhammad kepada kaum Quraisy untuk dibunuh. Bilamana sudah diserahkan kepada mereka, undang-undang in tidak berlaku lagi.
Perlawanan kaum Quraisy terhadap da’wah Nabi Muhammad tidak hanya semata-mata untuk mempertahankan adat istiadat atau kepercayaan terhadap agamanya, akan tetapi lebih bersifat politis dan perkonomian. Kaum Quraisy takut apabila ajaran Nabi Muhammad tersebar, akan mempengaruhi penghasilannya. Ketakutan akan ajaran Nabi Muhammad juga bersifat politis artinya bahwa penerimaan ajaran Nabi Muhammad akan mendatangkan suatu kekuatan politik yang baru pada tatanan kehidupan mereka (Muhammad Husain Haekal, 24).
Hijrah adalah kata yang populer. Mengacu kepada ‘perpindahan’ Rasul Muhammad SAW dari Makkah ke Yatsrib. Perpindahan ini adalah dalam rangka dakwah agama Islam, namun lebih tepat lagi dalam rangka hendak menyusun suatu masyarakat yang lebih bermartabat, masyarakat yang menghormati hukum sehingga lebih beradab. Hijrah mengakhiri periode Mekkah, mengawali periode Madinah, merupakan titik balik kehidupan Nabi Muhammad SAW. Hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah pada awalnya bertujuan mendamaikan kabilah-kabilah yang berseteru disana. Sosoknya sebagai politisi mulai muncul ke permukaan. Strategi hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad sebagaimana dikutip dari Jaih Mubarok (2004,45) adalah sebagai berikut : “……… pertama sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW meminta bantuan Abu Bakar agar menyertainya dan menyiapkan dua ekor unta untuk dijadikan kendaraan. Kedua, karena yakin orang Quraisy akan membuntuti mereka, Nabi SAW memutuskan untuk menempuh jalan lain dan keberangkatannya bukan pada waktu biasa. Ketiga, pemuda-pemuda sudah disiapkan oleh kamu Quraisy sudah mengintai rumah Nabi Muhammad SAW sehingga beliau meminta Ali Ibn Abi Thalib memakai mantelnya. Keempat, ditengah kegelapan malam Nabi Muhammad keluar dari rumahnya menuju rumah Abu Bakar, kemudian keluar melalui jendela belakang menuju Gua Tsur dan bersembunyi di dalamnya. Kelima, orang-orang yang mengetahui tempat persembunyian Nabi dan Abu Bakar adalah putri Abu Bakar dan pembantunya. Keenam, Abdullah Ibn Abu Bakar menyusup kedalam masyarakat Quraisy untuk menyerap berita mengenai sejumlah rencana orang Quraisy terhadap Nabi Muhammad. Ketujuh, Nabi Muhammad SAW senantiasa berdoa memohon perlindungan kepada Allah SWT, sehingga Nabi Selamat dari para pemuda yang mengejarnya. Kedelapan, Nabi Muhammad dan Abu Bakar meminta Abdullah Ibn Uariqit sebagai penunjuk jalan, dan akhirnya Rasulullah dan Abu Bakar berhasil selamat sampai ke Yatsrib…..”
Di Yatsrib, perkembangan dakwah Muhammad sedemikian pesat. Sepesat kemajuan masyarakat daerah itu untuk menjadi lebih baik, lebih beradab, sehingga walhasil nama daerah Yatsrib-pun diubah menjadi Kota Madinah. ‘Madinah’ artinya masyarakat madani, masyarakat beradab, atau kala itu disebut masyarakat ‘kota’ yang memiliki aturan dan hukum. Madinah sendiri bisa juga diartikan dengan ‘kota’.
Menurut Badri Yatim (2000,25) Nabi Muhammad mengupayakan dasar-dasar negara Madinah melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1.       Pembangunan mesjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat musyawarah, merundingkan masalah-masalah yang dihadapi.
2.       Ukhuwwah Islamiyah yaitu persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan Anshar.
3.       Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam.
Di Madinah, disamping terdapat orang-orang Islam juga terdapat golongan Yahudi, dan orang-orang yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Agar tercapai stabilitas masyarakat, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka, yang disebut dengan Piagam Madinah.
Menurut Moh. Nurhakim (2004,31) Piagam Madinah memuat aturan-aturan sebagai berikut :
1.       Seluruh masyarakat yang turut menandatangani bersatu membentuk satu kesatuan bangsa.
2.       Jika salah satu kelompok yang turut menandatangani piagam ini diserang oleh musuh, maka kelompok yang lain harus membelanya dengan menggalang kekuatan gabungan.
3.       Tidak suatu kelompok pun diperkenankan mengadakan persekutuan dengan kafir Quraisy atau memberikan perlindungan kepada mereka atau membantu mereka mengadakan perlawanan terhadap masyarakat Madinah.
4.       Orang Islam, Yahudi dan seluruh warga madinah yang lain bebas memeluk agama dan keyakinan masing-masing dan mereka dijamin kebebasannya dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Tidak seorangpun diperkenankan mencampuri urusan agama lain.
5.       Urusan pribadi atau perseorangan atau perkara-perkara kecil kelompok non muslim tidak harus melibatkan pihak-pihak lain secara keseluruhan.
6.       Setiap bentuk penindasan dilarang.
7.       Mulai hari ini segala bentuk pertumpahan darah, pembunuhan dan penganiayaan diharamkan di seluruh negeri Madinah.
8.       Muhammad, Rasulullah, menjadi kepala Republik Madinah dan memegang kekuasaan peradilan yang tinggi.
Dengan terbentuknya Negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang cukup pesat, membuat orang-orang Mekkah dan musuh-musuh Islam menjadi resah. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan. Alasan umat Islam diizinkan berperang yaitu untuk mempertahankan diri, melindungi hak miliknya dan menjaga keselamatan dalam penyebaran agama.
Dari Madinah, teokrasi Islam menyebar ke seluruh penjuru semenanjung dan kemudian merambah ke sebagian besar daratan Asia Barat dan Afrika Utara. Komunitas Madinah saat itu menjadi model bagi komunitas-komunitas muslim belakangan.



3.       Penutup
Pada dasarnya, alur perjalanan sejarah Islam yang panjang itu bermula dari turunnya wahyu di gua Hira’. Sejak itulah nilai-nilai kemanusiaan yang di bawah bimbingan wahyu Ilahi menerobos arogansi kultur jahiliyah, merombak dan membenahi adat istiadat budaya jahiliyah yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Dengan seruan agama tauhid (monotheisme) yang gaungnya menggetarkan seluruh jazirah Arabia, maka fitrah dan nilai kemanusiaan didudukkan ke dalam hakekat yang sebenarnya. Seruan agama tauhid inilah yang merubah wajah masyarakat jahiliyah menuju ke tatanan masyarakat yang harmonis, dinamis, di bawah bimbingan wahyu.
Kemudian, hijrah Rasulullah ke Madinah adalah suatu momentum bagi kecemerlangan Islam di saat-saat selanjutnya. Dalam waktu yang relatif singkat Rasulullah telah berhasil membina jalinan persaudaraan antara kaum Muhajirin sebagai imigran-imigran Makkah dengan kaum Ansar, penduduk asli Madinah. Beliau mendirikan Masjid, membuat perjanjian kerjasama dengan non muslim, serta meletakkan dasar-dasar politik, sosial dan ekonomi bagi masyarakat baru tersebut; suatu fenomena yang menakjubkan ahli-ahli sejarah dahulu dan masa kini. Adalah suatu kenyataan bahwa misi kerasulan Nabi Muhammad yang semakin nampak nyata menggoyahkan kedudukan Makkah dan menjadikan orang-orang Quraisy Makkah semakin bergetar.
Masyarakat muslim Madinah yang berhasil dibentuk Rasulullah oleh sebagian intelektual muslim masa kini disebut dengan negara kota (city state). Lalu, dengan dukungan kabilah-kabilah dari seluruh penjuru jazirah Arab yang masuk Islam, maka muncullah kemudian sosok negara bangsa (nation state). Walaupun sejak awal Islam tidak memberikan ketentuan yang pasti tentang bagaimana bentuk dan konsep negara yang dikehendaki, namun suatu kenyataan bahwa Islam adalah agama yang mengandung prinsip-prinsip dasar kehidupan termasuk politik dan negara.
Dalam masyarakat muslim yang terbentuk itulah Rasulullah menjadi pemimpin dalam arti yang luas, yaitu sebagai pemimpin agama dan juga sebagai pemimpin masyarakat. Konsepsi Rasulullah yang diilhami al Qur’an ini kemudian menelorkan Piagam Madinah yang mencakup 47 pasal, yang antara lain berisikan hak-hak asasi manusia, hak-hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan hukum, sampai toleransi beragama yang oleh ahli-ahli politik moderen disebut manifesto politik pertama dalam Islam.







DAFTAR PUSTAKA



Muhammad Husain Haekal, 1980. Sejarah Hidup Muhammad, Pustaka Jaya Jakarta.

Badri Yatim, 2000. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, PT Raja Grafindo Persada.

Moh. Nurhakim, 2004. Sejarah dan Peradaban Islam, Universitas Muhammadiyah Malang.

Jaih Mubarok, 2004. Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Bani Quraisy Bandung.

Moenawir Chalil, 2001. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Gema Insani Press Jakarta.

Philip K. Hitti, 2002. History of The Arab, PT Serambi Ilmu Semesta Jakarta.

Husein Mu’nis, 1999. Al-Sirah Al-Nabawiyah Upaya Reformulasi Sejarah Perjuangan Nabi Muhammad SAW, Adigna Media Utama Jakarta

Mulyadhi Kartanegara, 2002. The Venture of Islam Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia, Paramadina Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar