Kamis, 12 Agustus 2010

DEFINISI ILMU

A. Pendahuluan

Negara-negara maju di dunia pada saat ini mencapai kemajuan disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor terpenting ialah ilmu. Tanpa ilmu mereka tidak akan mencapai apa yang mereka rasakan hari ini. Mereka tidak akan menjadi negara dan bangsa yang “wah” seantero dunia. Kenyataan ini dapat kita saksikan melalui kecanggihan teknologi pada saat ini. Dari lintasan sejarah pula kita telah dapat mengetahui bahwa umat Islam juga pernah mengecap kecemerlangan peradaban yang juga disebabkan oleh penguasaan ilmu. Ilmuan Islam dunia telah membuktikan kehebatan mereka dalam berbagai bidang ilmu seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, dan lain-lain.


B. Ilmu dan Pengetahuan

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah pengetahuan dan ilmu. Dokter, guru, insinyur, atau setiap orang yang memiliki predikat ‘ahli’ di bidangnya, mengetahui apa yang disebut pengetahuan atau ilmu. Bahkan orang awam pun mengetahui konsep tersebut. Namun tentu saja ada perbedaan dalam memahami hakekat dari konsep ilmu dan pengetahuan dimaksud.
Pengertian dan hakikat ilmu sejak lama menjadi bahan polemik di kalangan filosof dan ilmuwan. Bahkan dalam konteks bahasa Indonesia, istilah "ilmu" seringkali dikacaukan dengan istilah "pengetahuan". Itulah sebabnya menjadi tidak mudah memberikan definisi "ilmu". Yuyun Suriasumantri, mengartikan ilmu sebagai pengetahuan yang memiliki tiga karakteristik, yaitu: rasional, empiris, dan sistematis . Pengertian yang hampir sama diberikan oleh Amsal Bachtiar, yang menyatakan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secra empiris .
Dengan mempertimbangkan maksud dan tujuan penggunaan kata ilmu serta karakteristik yang dimilikinya, istilah ilmu merupakan padanan dari bahasa Inggris, "science". Ilmu yang berasal dari kata bahasa Arab, 'ilm ( علم ) adalah sinonim dengan "science" dalam bahasa Inggris. Itulah sebabnya Mulyadhi Kartanegara menyatakan : Menurut saya, istilah ilmu dalam epistemologi Islam mempunyai kemiripan dengan istilah science dalam epistemologi Barat. Sebagaimana sains dalam epistemologi Barat dibedakan dengan knowledge, ilmu dalam epistemologi Islam dibedakan dengan opini (ra'y). Sementara sains dipandang sebagai any organized knowledge, ilmu didefinisikan sebagai "pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya". Dengan demikian, ilmu bukan sembarang pengetahuan atau sekadar opini, melainkan pengetahuan yang telah teruji kebenarannya .

Dalam Webster New Collegiate Dictionary Knowledge diartikan (1) the fact or condition of knowing something with familiarity gained through experience or association, (2) the fact or condition of being aware of something, (3) the fact or condition of having information or being learned, (4) the sum of what is know the body of truth, information and principles acquired by mankind .

Sedangkan science berarti (1) possession of knowledge as distinguished from ignorence or misunderstanding; knowledge attain through study or practice, (2) A Departemen of systematized knowledge as an object of study (the science of theology), (3) knowledge covering general truth or the operation of general laws esp. as obtained and tasted through scientific method; such knowledge concerned with the physical world and its phenomena (natural science); A system or method based or purporting to be based on scientific principles .

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa knowledge menjelaskan tentang adanya suatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari (regularly) melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi dan sebagainya. Sedangkan science di dalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sistemik, metodik, ilmiah dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi yang lebih bersifat fisis (natural). Jadi knowledge dapat dipahami sebagai pengetahuan yang mempunyai cakupan yang lebih luas dan umum sedangkan science dapat dipahami sebagai ilmu yang mempunyai cakupan yang lebih sempit dan khusus dalam arti metodis, sistematis dan ilmiah.
Prof. Dr. Mohammad Hatta menyatakan bahwa tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunnya dari dalam .
Sedangkan Prof. Dr. Harsojo menyatakan bahwa ilmu itu adalah : (1) merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan; (2) suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia; (3) suatu cara yang menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan sesuatu proposisi dalam bentuk : “Jika …, maka …!” .
Dalam terminologi Barat, ilmu atau science tiada lain adalah organized knowledge atau organized body of knowledge, sebagaimana dikemukakan dalam Encyclopedia Wikipedia:
Science refers to the organized body of knowledge concerning the physical world, both animate and inanimate, but a proper definition would also have to include the attitudes and methods through which this body of knowledge is formed; thus, a science is both a particular kind of activity and also the results of that activity .

Semua definisi ilmu atau science yang dikemukakan tersebut di atas, membedakan antara ilmu (science) dengan pengetahuan (knowledge). Kalau ilmu pada umumnya secara sederhana dimaknai sebagai organized knowledge atau pengetahuan yang terorganisasi, maka tidak demikian halnya dengan pengetahuan.
Pada umumnya, pengetahuan (knowledge) diartikan sebagai segala sesuatu atau keseluruhan yang diterima oleh indra manusia atau dengan menggunakan istilah Arthur Hays Sulzberger, pengetahuan (knowledge) adalah the sum or range of what has been perceived, discovered, or learned .
Dengan pengertian pengetahuan seperti itu, maka semua informasi yang dapat dipersepsi, dicari, dan dipelajari masuk dalam kategori pengetahuan. Namun demikian kebanyakan filosof membuat setidaknya tiga kriteria yang harus dipenuhi oleh pengetahuan, yaitu beralasan (justified), benar (true), dan dapat dipercaya (believed) .
Dengan kriteria tersebut, tidak semua informasi dapat dikategorikan sebagai pengetahuan. Hanya informasi yang memiliki alasan, dapat dipercaya, dan memiliki kebenaran yang dipandang sebagai pengetahuan. Namun demikian, karena sifat pengetahuan yang memiliki cakupan luas, maka definisi pengetahuan yang lebih tepat adalah keseluruhan yang dipersepsi, ditemukan, dan dipelajari oleh manusia, sebagaimana definisi yang dikemukakan Arthur Hays Sulzberger di atas.
Dari beberapa pengertian ilmu yang dikemukakan di atas, dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas, apa yang disebut dengan ilmu. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif, tujuannya untuk menggambarkan dan member makna terhadap dunia factual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi dan analisis. Ilmu itu objektif dan mengesampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, dan netral.

C. Kesimpulan

Pengetahuan, ilmu, dan ilmu pengetahuan, merupakan istilah dan konsep yang sering dipertukarkan/membingungkan, namun jika ditilik lebih jauh, ketiganya sebenarnya memiliki makna yang berbeda.
Knowledge (pengetahuan), sains (science) atau ilmu, terkadang sering dipersamakan dengan ilmu pengetahuan. Terkadang orang menyebut ilmu pengetahuan untuk konsep ilmu padahal cukup ilmu saja tanpa ditambah kata pengetahuan.
Ilmu itu sudah pasti bagian dari pengetahuan. Jadi ilmu itu sudah pasti pengetahuan, namun tidak sebaliknya. Anggapan umum juga merupakan salah satu bentuk pengetahuan, tapi bukan ilmu, sebab ilmu mengandung ciri empiris dan ciri sistematis. Ciri empiris artinya pengetahuan yang diproleh itu berdasarkan pengamatan (observation) atau percobaan (experiment). Sedangkan ciri sitematis berarti bahwa berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan-hubungan ketergantungan dan teratur.
Selain ciri-ciri empiris dan sistematis dimuka, masih ada tiga ciri-ciri pokok lainnya dari ilmu, yaitu objektif, analistis, dan verifikatif (dapat diperiksa kebenarannya). Ciri objektif berarti bahwa pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan. Ciri analistis artinya bahwa pengetahuan ilmiah itu berusaha memilah pokok soalnya kedalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu. Ciri verifikatif mengandung pengertian bahwa ilmu senantiasa mengarah pada tercapainya kebenaran.



















DAFTAR PUSTAKA



Amsal Bakhtiar (2005), Filsafat Ilmu, Radjawali Press, Jakarta.

Burhanuddin Salam (2005), Pengantar Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta.

Inu Kencana Syafiie (2007), Pengantar Filsafat, Refika Aditama, Bandung.

Jujun S. Suriasumantri (2007), Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Jujun S. Suriasumantri (2006), Ilmu Dalam Perpektif Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Mulyadhi Kartanegara (2003), Menyibak Teori Kejahilan : Pengantar Epistemologi Islam, Mizan, Bandung.

Sudarsono (2001), Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta.

Suparlan Suhartono (2005), Filsafat Ilmu Pengetahuan, Ar-Ruzz, Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar